Mubadalah.id – Kekerasan terhadap perempuan (KtP), khususnya kekerasan seksual (KS) di Indonesia terkuak hampir setiap pekan, seolah tak ada habisnya. Sejumlah kasus yang mencuat di publik beberapa waktu terakhir membuat kepiluan yang semakin mendalam.
Kisah yang membuat banyak orang marah, menangis dan menjerit bermula datang dari seorang perempuan asal Mojokerto, Jawa Timur, berinisial NW (23). Keputusasaannya untuk mendapatkan perlindungan dan keadilan membuatnya nekat menenggak racun di atas pusara Bapaknya, pada Kamis (2/12/2021). Nyawa NW pun tak bisa diselamatkan.
Kisah tragis lainnya datang dari Cilacap, Jawa Tengah. Sebanyak 15 siswi di salah satu Sekolah Dasar (SD) Kecamatan Patimuan menjadi korban pencabulan seorang guru yang sudah berusia 51 tahun. Iming-iming akan mendapatkan nilai tinggi menjadi senjatanya untuk melakukan kejahatan seksual kepada siswi – siswi yang masih belia.
Di Kota Bandung, bermodal janji-janji pahala dan harapan cerahnya masa depan, seorang pengasuh Islamic Boarding School diduga memperkosa 21 santriwatinya; 10 orang diantaranya hamil, 8 diantaranya sudah melahirkan dan 2 lainnya masih mengandung.
Ketiga kasus memilukan ini adalah sebagian kecil dari kasus-kasus mengerikan lainnya tentang kekerasan seksual terhadap perempuan. Komisi Nasional anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pada periode Januari-Juli 2021 mencatat telah terjadi 2.500 kasus kekerasan terhadap perempuan. Angka itu melampaui catatan tahun 2020 yang hanya 2.400 kasus. Kemudian catatan terbaru hingga November 2021 sudah lebih dari 4.000 kasus.
Catatan kasus tersebut menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan bisa terjadi di mana –mana, dilakukan oleh siapa saja, dan dialami oleh siapa saja. Baik ranah privat (dalam keluarga yang dilakukan oleh keluarga dekat) maupun publik (dalam komunitas, ruang publik, sarana transportasi, tempat kerja, dan lembaga pendidikan yang dilakukan orang yang lebih memiliki otoritas). Usia korban pun beragam dari yang masih anak-anak hingga dewasa.
Korban kekerasan seksual adalah kelompok mustadh’afin (dilemahkan dan lemah secara struktural) karena posisi dan relasinya dengan pelaku yang timpang. Dari mulai menghadapi keluarga yang mungkin tidak memberi dukungan, menghadapi lingkungan masyarakat yang seringkali masih menyalahkan korban, sulitnya mendapatkan keadilan, hingga ketidakberanian melapor lantaran proses yang panjang dan pelik hingga menambah luka dan trauma bagi korban.
Semua fenomena ini jelas menandakan bahwasannya Indonesia Darurat Kekerasan Seksual. Kisah pilu korban kekerasan seksual di berbagai tempat yang mengalami kendala berlapis untuk mendapatkan keadilan, termasuk pemulihan. Kisah tragis korban yang justru dikriminalisasi menjadi panggilan kemanusiaan sekaligus panggilan iman bagi umat beragama untuk bertindak, salah satunya adalah mendorong terciptanya ruang aman bagi korban kekerasan seksual, pemulihan dan mencegah keberulangan.
Kita semua berharap, negara menjalankan kewajibannya untuk memberikan sistem perlindungan hukum untuk masyarakat dari tindak kekerasan seksual, dan mencegah masyarakat untuk tidak menjadi pelaku kekerasan seksual.
Sebuah keniscayaan negara hadir dengan kebijakan yang melindungi korban kekerasan seksual, dan sebagai warga negara harus turut aktif melalukan pencegahan kekerasan seksual dan pemulihan bagi korban. Sebab, kekerasan seksual adalah tindakan biadab yang dikutuk semua agama. Sedangkan menolong korban kekerasan seksual, menyelamatkan setiap anak bangsa, keluarga dan masyarakat dari kekerasan seksual adalah kewajiban konstitusional yang juga diperintahkan agama.
Untuk itu, Jaringan Kongres Ulama Perempuan (KUPI) bersama Jaringan Masyarakat Peduli Darurat Kekerasan Seksual yang terdiri dari lebih dari 300 organisasi masyarakat sipil mengadakan kegiatan Istighotsah Kubro: Doa Bersama untuk Keselamatan Bangsa dari Darurat Kekerasan Seksual pada Selasa, 14 Desember 2021 pada jam 19.30 WIB yang akan disiarkan melalui streaming Zoom maupun kanal sosial media Fanpage Kongres Ulama Perempuan Indonesia serta Youtube: We Lead Indonesia & PW Fatayat NU DIY. Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi Sari Narulita (081806449319). []