Mubadalah.id – Sejak kelahiran Nabi Muhammad Saw, Ibunda Nabi, Siti Aminah mengasuhnya dengan penuh cinta dan kasih sayang.
Siti Aminah mengasuh Nabi hingga usia Muhammad kira-kira 6 tahun. Anak dalam usia ini tentu sangat lucu, menyenangkan sekaligus menggemaskan.
Tebersit dalam pikiran sang ibu keinginan untuk berziarah ke pusara ayah sang anak, dan paman-pamannya yang wafat di Madinah.
Boleh jadi ia ingin menunjukkan kepada Abdullah, suaminya, akan buah hati mereka berdua itu, meski tentu saja tidak mungkin, karena ayah anak itu telah lama pulang.
Andai kata suaminya masih ada, ia mungkin akan menga. takan kepadanya dengan bangga: “Sayangku, ini buah hati dan hasil cinta kasih kita berdua”.
Ketika keinginan dan kerinduan itu begitu kuat, ia pun bertekad pergi ke Madinah dengan membawa serta anak yatim yang telah bisa berjalan meski belum cukup gesit dan cepat itu.
Wafatnya Siti Aminah
Dalam perjalanan pulang dari ziarah itu, Aminah sakit dan tak lama kemudian wafat menyusul suaminya. Ia meninggal di Abwa, sebuah desa antara Makkah dan Madinah.
Muhammad, anak laki-laki tampan itu kini kehilangan orang-orang yang menjadi penyangga hidup dan pelabuhan hatinya. Ia kini jadi yatim-piatu.
Hati anak kecil ini tentu amat berduka atas kematian ibunya itu. Ia sangat terpukul atas peristiwa itu. Kita tentu bisa mengerti dan tahu bagaimana perasaan sepi dan duka hatinya pada momen seperti itu.
Perpisahan dengan orang-orang tercinta selalu menitipkan sepi dan luka yang mendalam. Muhammad Saw kehilangan tumpuan harapan, kasih sayang, kelembutan, dekapan hangat sang ibu. Ia tak akan lagi merasakan tangan lembut yang menyuapinya.
Tak ada lagi senda-gurau yang mengembangkan bibir untuk tersenyum-senyum atau tawa lebar yang indah bersama seorang perempuan yang mengandung dan melahirkannya itu.
Kita semua dapat membayangkan atau merasakan betapa kebingungan, pilu dan sedihnya anak yang tak punya ibu, tak punya ayah, tak punya kekasih, tak punya dambaan kalbu, tak punya tempat mengadu, dan menumpahkan gelisah ketika hatinya luka atau terganggu.
Tetapi Muhammad kecil itu menerima kehilangan orang yang sangat dicintainya dengan sangat sabar dan tabah. []
Sumber tulisan : Buku Merayakan Hari-hari Indah Bersama Nabi Muhammad karya KH. Husein Muhammad.