Mubadalah.id – Pembahasan tentang autonomi perempuan dalam status politik, sosial, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan adalah hal yang penting. Di pelosok dunia, perempuan menghadapi ancaman terhadap isu-isu yang tertera di atas. Pasalnya, permasalahan ini tidak menjadi perhatian bagi kondisi kehidupan di sebuah kenegaraan.
Hal ini, umumnya terjadi di negara negara yang memegang otoritarianisme tinggi. Bukan apa, justru ini terjadi pada negara-negara muslim di beberapa negara. Problematika patriarki tentunya hal yang begitu mendasar pada perubahan itu.
Negara Pakistan sendiri, termasuk negara yang masih minim dengan kontribusi peranan perempuan. Meskipun dalam sejarahnya, perempuan Pakistan juga tak jarang hadir dalam perjuangannya dalam memerdekakan negara yang mempunyai populasi muslim terbesar kedua di dunia setelah Indonesia tersebut.
Hadirnya tokoh seperti Benazir Bhutto, Fatimah Ali Jinnah dan Ra’ana Liaquat Ali khan tentunya menjadikan angin segar bagi kalangan aktivis perempuan di Pakistan. Meskipun kenyataannya belum bisa membuka kebanyakan mata perempuan di Pakistan.
Dalam sebuah buku yang Ayesha Khan tulis, seorang peneliti senior Pakistan. dalam buku yang berjudul The Women’s Moement in Pakistan (Activism, Islam and Democracy). Buku ini berfokus pada perjuangan perempuan Pakistan untuk keterwakilan dalam sistem politik negara dan dengan demikian partisipasi yang lebih setara dalam bidang politik.
Dalam buku ini juga menyebutkan bahwa ada pasang surut gerakan hak-hak perempuan selama beberapa dekade hingga saat ini dalam masyarakat Pakistan. Mungkin, ada sisa trauma yang sebagian perempuan Pakistan alami, masih terasa hingga saat ini atas penutupan hak-hak perempuan yang tak sepadan pada rezim Zia ul Haq kala itu.
Mengenal Ra’ana Liaquat Ali Khan
Seperti apa yang sudah saya tulis di artikel sebelumnya Ra’ana Liaquat Ali Khan, Sang Emansipatoris Awal dalam Sejarah Pakistan Modern. Dalam artikel yang saya tulis, dalam sejarahnya Ra’ana membangun sebuah pergerakan perempuan sukarela dalam pemberdayaan perempuan di negara Pakistan.
Pergerakan perempuan ini terkenal dengan APWA (All Pakistan Women’s Association). Alasan mendasar kala itu yang ada di benak Ra’ana simple. Yaitu supaya perempuan di Pakistan tidak hanya duduk diam dalam perjuangan memajukan negara. Ia hanya ingin, perempuan turut ikut andil dalam kemajuan negaranya.
Eksistensi yang ada pada organisasi APWA saat ini masih bisa terasa oleh masyarakat perempuan di Pakistan. Organisasi yang berdiri pada bulan Februari 1949 tersebut, mempunyai misi yang sangat dalam. Dalam tujuannya, APWA sendiri ingin memajukan kesejahteraan perempuan Pakistan melalui peningkatan status hukum, politik, sosial, dan ekonomi.
Selain itu, promosi pendidikan dan kesehatan, dan budaya juga kerap mereka gencarkan dalam campaign yang mereka bangun selama ini. Misalnya dalam dunia pendidikan, APWA bergerak dalam mengenalkan literasi dan pentingnya pendidikan.
Pergerakan Perempuan di Pakistan
Dalam organisasi APWA itu, justru bergerak secara aktif dan telah mendirikan rumah industri di daerah perkotaan maupun pedesaan untuk memanfaatkan sumber daya daerah untuk perbaikan ekonomi. APWA juga menjadi pusat pelatihan khusus perempuan. Nantinya keterampilan itu yang akan termanfaatkan dalam kemandirian di kalangan perempuan Pakistan. Selain kemandirian, tentu negara Pakistan sendiri mempunyai banyak opsi bagi perempuan Pakistan dalam perananannya untuk membangun negara.
Pada akhirnya organisasi ini pun diminati dunia Internasional. Ra’ana yang kala itu secara gencar mengenalkan organisasi ini baik di dalam maupun luar negeri. Yakni dengan menjadikannya sebagai delegasi pertama perempuan muslim pada sidang PBB. Mulai dari sini organisasi APWA mereka lirik. Dalam sejarahnya, kehadiran APWA juga diapresiasi di dunia Internasional. Tak ayal, pada tahun 1974, organisasi ini menerima Adult Literacy Prize dan Peace Messenger Crtificate pada tahun 1987 oleh UNESCO.
Dengan demikian, kita bisa mengenal pergerakan aktivis perempuan di Pakistan. Tentunya, ini menjadi langkah yang baik bagi sebuah negara yang berpopulasikan Islam. Selain itu, pemerintahan Pakistan sendiri bisa melihat titik terang dengan respon positif para penggerak perempuan Pakistan.
Harapannya, melalui pergerakan aktivis perempuan di Pakistan, kelak perempuan tidak lagi menjadi second option dalam pembangunan sebuah negara. Justru ini harus menjadikan opsi yang sepadan bagi kehidupan bernegara secara adil dan setara sebagai seorang makhluk di dunia. []