• Login
  • Register
Rabu, 30 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Empat Kebijakan Pendidikan yang Melindungi Perempuan dari Diskriminasi Gender

Korupsi yang kronis di tingkat pemerintahan, telah merugikan masyarakat, dan lebih merugikan lagi pada masyarakat terpinggirkan, seperti kaum miskin dan perempuan

Redaksi Redaksi
05/05/2023
in Publik
0
Kebijakan Pendidikan

Kebijakan Pendidikan

901
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Hari Pendidikan Nasional baru saja kita peringati beberapa hari yang lalu. Namun tahukah teman-teman, masih banyak sekali kebijakan pendidikan di negara kita yang masih bias dan diskriminatif terhadap perempuan.

Berikut, redaksi rangkum dari buku “Feminisme Sebuah Kata Hati” karya Gadis Arivia tentang kebijakan pendidikan yang melindungi perempuan dari diskriminasi gender. Antara lain:

Kebijakan yang Memastikan Akses Pendidikan

Kebijakan ini biasa dipakai oleh kaum feminis liberal untuk mengusulkan undang-undang yang melindungi perempuan dari diskrimininasi dalam pendidikan. Misalnya, memastikan bahwa perempuan tidak akan mereka arahkan pada pendidikan yang stereotype, tidak mengalami diskriminasi dalam penyeleksian studi.

Selain itu, adanya bantuan finansial (beasiswa) bagi anak bila perlu adanya tindakan afirmasi (affirmative action), penyediaan fasilitas yang memadai termasuk kualitas pengajar yang telah ikut pendidikan perspektif gender.

Kebijakan yang Memperhatikan adanya Persoalan Budaya Patriarkal

Kebijakan ini sebagian besar mengadopsi pandangan feminis radikal. Yakni kebijakan yang memastikan bahwa akan ada sanksi pada institusi-institusi pendidikan bila mempraktikkan diksriminasi terhadap perempuan. Terutama dalam hal adanya pelarangan bagi pelajar yang mengalami kehamilan tidak diinginkan (KTD) untuk meneruskan sekolah.

Baca Juga:

Jika Aku Percaya pada Kesetaraan, Harus Bagaimana Aku Bersikap?

Emansipasi Perempuan Menurut Al-Ghazali: Telaah atas Kitab Ihya’ Ulum al-Din

Ketika Sekolah Rakyat Menggusur SLB: Potret Pendidikan Inklusi yang Semu

Tantangan Menghadapi Diskriminasi Terhadap Penganut Penghayat Kepercayaan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi

Adanya pelajaran yang mengkhususkan pendidikan hak-hak reproduksi. Kebijakan ini juga melarang diksriminasi gender dalam seluruh tingkat pemerintahan, swasta, dan institusi-institusi pendidikan.

Kebijakan yang Berpihak pada Ekonomi Lemah (Persoalan Kemiskinan)

Tentang kebijakan pendidikan ini menganut teori Marxis/Sosialis yang menganggap bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk memastikan akses pendidikan untuk semua golongan. Kebijakan ini memperjuangkan pendidikan gratis untuk level pendidikan dasar, menengah, dan menengah atas.

Memastikan pula bahwa kurikulum dan fasilitas yang didapat di sekolah pemerintahan sepadan dan berkualitas. Paling tidak mempunyai standar baik. Atau sama dengan sekolah swasta yang melayani keluarga mampu. Sekolah swasta yang melayani keluarga mampu harus menerima persentase tertentu murid-murid dari keluarga tidak mampu.

Kebijakan yang Memperhatikan Kurikulum dan Teks-teks Sekolah

Kebijakan ini memperhatikan kurikulum dan teks-teks bias gender. Sesuai dengan teori feminisme post-strukturalis dan post-modernisme. Kurikulum bias gender perlu kita bongkar, dan kita gantikan dengan kurikulum yang berpihak pada kesetaraan gender. Pendidikan gender wajib kita siarkan di dalam setiap level pendidikan.

Tantangan Pendidikan di Indonesia

Tawaran empat kebijakan pendidikan di atas, yang telah redaksi paparkan apakah cukup untuk menyelesaikan persoalan gender dalam dunia pendidikan?

Nampaknya, persoalan paling penting yang perlu kita atasi dalam menjalankan program apapun selain kesiapan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional, untuk menjalankan program tersebut, juga yang paling penting adalah memberantas kasus korupsi. Terutama yang dilakukan oleh para pejabat di negeri ini. Mereka tak malu lagi untuk flexing, atau pamer kehidupan mewah di media sosial, sementara masih banyak anak-anak bangsa yang mengalami putus sekolah, stunting, dan kemiskinan akut.

Korupsi yang kronis di tingkat pemerintahan, telah merugikan masyarakat, dan lebih merugikan lagi pada masyarakat terpinggirkan, seperti kaum miskin dan perempuan. Apa artinya kenaikan anggaran pendidikan hingga 30 persen, dan program Merdeka Belajar. Semua itu tidak ada artinya bagi kemajuan pendidikan di Indonesia bila dana-dana tersebut tak pernah sampai ke tangan masyarakat.

Nampaknya perjalanan panjang masih akan terus perempuan lalui. Entah berapa lama lagi untuk mencapai kesetaraan gender dalam dunia pendidikan. Kita masih harus terus berjuang kawan. Meski tak pernah tahu sampai kapan. Menggantang harap, sebagaimana mimpi Ki Hadjar Dewantara, dan Nyi Hadjar Dewantara untuk pendidikan yang adil setara di negeri ini. (Zahra)

Tags: DiskriminasiGenderHari Pendidikan NasionalkebijakanKorupsiMerdeka Belajarpendidikan
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Lintas Iman

Ajaran tentang Cinta Lingkungan dalam Lintas Iman

30 Juli 2025
Politik inklusif

Mengapa Politik Inklusif bagi Disabilitas Penting? 

29 Juli 2025
Melawan Lupa

Perempuan Melawan Lupa terhadap Upaya Penghapusan Sejarah

29 Juli 2025
Sekolah Rakyat

Ketika Sekolah Rakyat Menggusur SLB: Potret Pendidikan Inklusi yang Semu

28 Juli 2025
Fenomena Rojali

Fenomena Rojali, Sebuah Privilege Kaum Bawah

28 Juli 2025
Ruang Publik

Disabilitas Netra dan Ironi Aksesibilitas Ruang Publik

26 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Menjaga Bumi

    Perempuan Tidak Bercerita; Jihad Sunyi Menjaga Bumi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jika Aku Percaya pada Kesetaraan, Harus Bagaimana Aku Bersikap?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memahami Hukum Menikah secara Kontekstual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menikah Tak Selalu Sunnah: Bisa Jadi Wajib, Makruh, atau Bahkan Haram

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ajaran tentang Cinta Lingkungan dalam Lintas Iman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Memahami Hukum Menikah secara Kontekstual
  • Perempuan Tidak Bercerita; Jihad Sunyi Menjaga Bumi
  • Menikah Tak Selalu Sunnah: Bisa Jadi Wajib, Makruh, atau Bahkan Haram
  • Jika Aku Percaya pada Kesetaraan, Harus Bagaimana Aku Bersikap?
  • Pernikahan sebagai Kontrak Kesepakatan

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID