“Selamat hari keluarga, anakmu sangat mencintaimu ibu, ayah.”
Mubadalah.id – Itu adalah kalimat yang ingin saya ucapkan untuk ibu dan ayah di seluruh dunia. Khususnya untuk ibu dan ayah saya yang ada di rumah, saat 29 Mei . Di mana pada hari ini kita peringati sebagai Hari Keluarga Nasional di Indonesia. Hari keluarga adalah momen yang sangat penting untuk kita rayakan, mengingat begitu pentingnya keluarga dalam hidup setiap orang.
Kita tahu bahwa keluarga adalah aset terbesar dalam hidup. Keluarga tidak hanya memberi kita kasih sayang dan dukungan, tetapi juga menjadi pondasi penting dalam membentuk kepribadian dan karakter anaknya. Namun, terkadang sebagian orang tidak menghargai keberadaan mereka, bahkan menganggapnya sebagai beban dalam hidupnya. Padahal tanpa dukungan orang tua, seorang anak mungkin tidak akan mencapai kesuksesan.
Dalam keluarga, peran ayah sangatlah penting. Ia adalah pelindung, penyemangat, dan teladan bagi anak-anaknya. Mereka memberikan keamanan dan stabilitas dalam keluarga. Tanpanya keluarga tidak akan terasa lengkap.
Peran Ibu dalam Keluarga
Sementara, ibu adalah inti keluarga. Ia merupakan sosok yang paling mengerti kebutuhan anaknya dan selalu siap memberikan kasih sayang serta dukungan dalam segala hal. Ibu pengatur segalanya dalam keluarga. Ia senantiasa memastikan bahwa semua orang di rumah merasa nyaman. Pekerjaan itu tentu melelahkan, tapi bahkan ada yang kurang menghargainya. Bayangkan betapa susahnya hidup seorang anak yang jauh dari ibunya.
Sebagai seorang anak yang jauh dari orang tua, saya pun merasakan betapa beratnya hari-hari tanpa mereka. Biasanya setiap hari ada ibu yang menyiapkan makanan, juga ayah yang selalu memastikan motor aman ketika saya hendak bepergian. Sekarang, saya harus lebih mandiri.
Belajar menjadi ibu dan ayah yang bertanggungjawab bersama suami. Keluarga kecil kami memutuskan merantau ke kota untuk bertumbuh. Meski ini murni keputusan kami, namun rasa rindu kepada orang tua setiap saat berlabuh di kalbu.
Maka teruntuk ibu dan ayah, juga untuk semua ibu dan ayah yang ditinggal anaknya yang sudah berkeluarga dan pisah rumah, Saya ingin mengirim pesan: “Ibu, ayah, percayalah kami pergi bukan untuk meninggalkan. Kami hanya ingin belajar menjadi lebih mandiri. Ada mimpi yang ingin kami capai, untuk membahagiakan ibu dan ayah nanti.
Ketika Jauh dari Keluarga
Ibu, ayah, kami mohon maaf saat ini tidak lagi bisa menemani kalian di rumah setiap saat. Akan tetapi, kami selalu mengusahakan untuk ke rumah setiap minggu, seperti biasanya. Kami mohon doa. Semoga dengan jarak yang sedikit jauh, kita menjadi jauh lebih dekat. Kami selalu merindukanmu.”
Bersama suami dan anak, saya tinggal di kontrakan yang tidak begitu jauh dari rumah ibu dan ayah. Tujuan utama kami ngontrak adalah agar suami lebih dekat dengan tempat kerjanya. Kami berharap suami bisa lebih fokus kerja, memantau rekan-rekannya, juga tetap bisa memantau anaknya di rumah. Jujur saja, anak kami sangat dekat dengan ayahnya dan karena suami ingin bertanggungjawab atas keduanya, akhirnya kami memutuskan tinggal dekat kantornya.
Setiap minggu kami pulang, dan tepatnya 2 minggu yang lalu saya sempat cekcok dengan ayah ketika di rumah. Saat itu, anak kami sedang tantrum. Saya dengan suami sepakat untuk menerapkan ilmu parenting, kami tidak menuruti keinginannya yang meminta ganti celana dengan neneknya, karena saat itu neneknya sedang sibuk di dapur.
Akhirnya, ayah marah dan berkata, “Anak sendiri disiksa!” Mendengar kalimat tersebut, saya emosi menangis dan mengatakan: “Ini demi kebaikannya, ayah.” Tapi ayah tidak mendengarnya. Bahkan saat esok hari kami pulang, ayah masih marah dengan sikap diam dan tidak melihat anaknya yang berpamitan mencium tangannya.
Pola Asuh
Setiap orang tua pasti memiliki pola asuh yang berbeda. Seperti saya dan orang tua. Dahulu ketika anak menangis menginginkan sesuatu, orang tua mungkin memberinya agar tangisnya segera reda. Berbeda dengan sekarang, di era digital ini kita bisa belajar ilmu parenting dengan lebih mudah. “Tidak semua keinginan anak harus dipenuhi, ada peraturan yang harus disepakati.
Dengan belajar menahan keinginannya, sistem regulasi emosi dan kontrol kebutuhan pada diri anak akan bekerja baik, sehingga ia akan lebih mudah mengatur diri dan menata hidupnya.” Ungkap Ratih Zulhaqqi, Psikolog Anak. Itu adalah salah satu ilmu yang ingin kami terapkan.
Malam hari, setelah pagi kami pulang, ayah mengirim pesan via Whatsapp kepada saya.
“Assalamu’alaikum, nak maafkan ayah. Ayah tidak bermaksud marah denganmu, hanya saja ayah tidak tega dengan cucu ayah yang menangis minta ganti celana sama neneknya kenapa tidak boleh? Ayah jadi berfikir, apakah ayah dan ibumu punya salah sampai kami tidak boleh mengurus cucunya?”
Membaca pesan tersebut saya terharu, menangis sekaligus senyum bahagia karena ayah mengirim pesan. Maka segera mungkin saya membalasnya. Namun, sebelum saya tulis di sini, saya ingin menjelaskan terlebih dahulu, bahwa saya menulis kisah ini bukan untuk membagikan permasalahan keluarga kami.
Refleksi Pengalaman Diri
Akan tetapi, jika ada yang mengalami hal yang sama, saya harap pengalaman ini bisa menjadi refleksi. Percayalah mereka yang ingin menuruti setiap keinginan cucunya, sejatinya mereka sangat menyayangi anak kita. Sedang untuk seluruh ayah dan ibu, doakan anak kalian bisa mendidik putra putrinya sesuai perkembangan zaman.
“Wa’alaikumussakan, ayah… sebelumnya saya minta maaf atas kejadian kemarin. Kami tidak ada masalah apapun dengan ayah. Tetapi, saya dan suami sepakat menerapkan ilmu parenting yah. Cucu ayah sering tantrum, emosinya meledak-ledak. Kami tidak menuruti keinginannya kemarin, agar dia belajar mengontrol emosinya, agar dia mengerti ketika neneknya masih sibuk, dia harus mau dengan ayahnya, bundanya, atau yang lain.
Saya sangat berterimakasih ayah sudah mendidik saya dengan sangat baik, menyekolahkan saya sampai kuliah. Sekarang kami mohon izin dan mohon doa, kami ingin menerapkan ilmu kami untuk masa depan cucu ayah, mohon doanya ya ayah, ibu..” balasanku kepada ayah.
Nah, sebagai generasi muda, saya berharap bahwa kita dapat memahami dan menghargai peran penting orang tua dalam keluarga kita. Meskipun ada perbedaan berbeda, kita harus selalu menghormati dan menghargai mereka, serta memastikan bahwa mereka merasa dicintai dan dihargai.
Mari tunjukkan rasa terimakasih kita kepada mereka pada setiap kesempatan yang dimiliki. Akhir kata, saya ingin mengucapkan Selamat Hari Keluarga kepada semua orang. Saya berharap bahwa hari ini akan menjadi hari yang penuh cinta dan kebahagiaan bagi keluarga kita semua. []