Mubadalah.id – Jika merujuk pada QS. an-Nisa (4): 34 tentang nafkah keluarga, maka sebagian para ulama berpendapat bahwa nafkah keluarga itu menjadi tanggung jawab laki-laki.
Begitu pun QS. al-Baqarah (2): 233 memerintahkan laki-laki untuk memenuhi nafkah keluarga, kebutuhan istri dan anak-anaknya, baik pangan, sandang, maupun papan.
Perintah ini tentu saja wajib dan menuntut laki-laki agar bertanggung jawab memenuhi kewajiban ini.
Dalam Hadis yang disampaikan Sahabat Jabir bin Abdullah, Nabi Saw. bersabda:
Bertakwalah kalian semua dalam memperlakukan para perempuan. Kalian semua telah menjadikan mereka (sebagai istri kalian) dengan tanggungan Allah Swt dan menjadi halal berhubungan intim dengan mereka juga dengan kalimat Allah Swt.
Kamu berhak atas mereka, (untuk melarang) mereka mengajak seseorang yang tidak kalian sukai (naik) ke ranjang kalian.
Jika mereka melakukan hal tersebut, kalian boleh memukul mereka. Mereka juga berhak atas kalian, pangan dan pakaian mereka dengan cara patut. (Shahih Muslim, no. 3009).
Beberapa teks Hadis juga mendorong laki-laki untuk bertanggung jawab soal nafkah keluarga dan memenuhi kebutuhan istri dan anak-anak mereka dengan mencari bekerja. Salah satunya adalah teks riwayat al-Thabarani:
Dari Ka’b bin ‘Ujrah berkata: Suatu saat ada seseorang yang lewat di hadapan Nabi Muhammad Saw,., lalu para Sahabat melihat kekuatan dan kecekatannya
yang mengagumkan mereka.
“Ya Rasulullah, andai saja (semua kekuatan dan kecekatan) ini digunakan untuk jalan Allah,” kata mereka.
Lalu Nabi Saw. menimpali mereka, Jika ia keluar bekerja untuk anak-anaknya yang masih kecil. Maka ia sesungguhnya berada di jalan Allah.
Jika ia keluar untuk membantu kedua orangtuanya yang sudah renta, maka ia juga sedang berada di jalan Allah. Jika ia keluar untuk memenuhi kebutuhan dirinya, maka ia juga sedang berada di jalan Allah.
Akan tetapi jika dia keluar bekerja untuk mempertontonkan (kehebatan diri) dan kesombongan, maka ia berada di jalan setan. (al-Mujam al-Ausath li al-Thabarini, no. 6835). []