Mubadalah.id – Beriman di tengah kekufuran bukanlah perkara kecil. Pertentangan dari orang-orang terdekat, orangtua, saudara, teman hingga tetangga sering kali menyiutkan nyali menegakkan keimanan itu sendiri. Tapi jika tekad sudah kuat, selalu saja ada jalan. Seperti itulah saya melihat kisah Durrah binti Abu Lahab.
Beriman di tengah kekufuran
Siapakah yang tidak mengenal Abu Lahab? Paman Rasulullah yang terkenal bengis. Bahkan Allah mengabadikan kisahnya beserta istrinya dalam Al Qur’an yaitu surah Al Lahab. Meskipun Abu Lahab berkarakter buruk namun Abu Lahab memiliki putri yang salehah.
Namanya ialah Durah binti Abu Lahab Abdul Uzza bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay. Ibunya adalah saudari dari Abu Sufyan bin Harb. Namanya Fakhitah atau yang lebih dikenal dengan Ummu Jamil. Di dalam Alquran Allah menyebut ibunya dengan perempuan pembawa kayu bakar. Durrah binti Abu Lahab memiliki tiga orang saudara laki-laki se-ibu dan sebapak. Mereka adalah Utbah, Utaibah, dan Mu’attab.
Tumbuh di tengah keluarga yang penuh kekufuran tidak membuatnya senang berada dalam lingkaran keburukan. Dalam suasana seperti itu, jiwa Durrah memberontak. Namun ia tak berdaya karena anak perempuan tak patut membantah perintah orangtua.
Sebelum menjadi muslimah Durrah binti Abu Lahab memiliki suami bernama Harits bin Amir bin Naufal bin Abdu Manaf bin Qushay. Keduanya memiliki keturunan yang bernama al-Walid, Abu al-Hasan, dan Muslim. Kemudian suaminya tewas dalam keadaan syirik saat terbunuh dalam Perang Badar.
Ketabahan Durrah binti Abu Lahab
Jika Allah menghendaki kebaikan Dia akan memberi petunjuk kepada siapa saja yang Ia kehendaki. Demikianlah yang terjadi pada Durrah. Dia memutuskan pergi dari kehidupan orangtuanya dan menyakini Islam sebagai jalan hidupnya. Ketika itu Durrah ikut hijrah ke Madinah.
Kemudian Durrah binti Abu Lahab menikah dengan seorang sahabat yang bernama Dihyah al-Kalby. Dihyah al-Kalby merupakan seorang laki-laki tampan yang terkadang Malaikat Jibril menyerupainya bila datang menemui Rasulullah.
Karena tahu bahwa Durrah binti Abu Lahab adalah anak pembesar yang memerangi Allah dan Rasulnya maka akibatnya ada saja yang tidak suka pada Durrah. Dia sempat mendapat cemooh beberapa perempuan dari Bani Zuraiq. Mereka berkata, “tak ada gunanya engkau hijrah, ingatlah siapa ayah dan ibumu”.
Mendapat respon yang tidak menyenangkann itu Durrah mendatangi Rasulullah dan mengadukan keadaannya. Setelah Rasulullah saw., mengimami salat Zuhur dan duduk di atas mimbar beliau bersabda. “Wahai orang-orang mengapa aku diganggu atas keluargaku? Demi Allah sungguh syafaatku akan diperoleh kerabatku bahkan Shada, Hakam dan Salhab pun akan memperolehnya pada hari kiamat.”
Keislaman Durrah binti Abu Lahab
Keislaman Durrah memang menyulut konflik orang-orang di sekelilingnya. Termasuk dengan Utaibah yang merupakan saudaranya sendiri. Tapi Durrah seakan tidak ambil pusing.
Durrah hanya berprinsip bahwa selama Allah dan Rasul-Nya ridha maka sehebat apa pun rintangan akan ia hadapi. Durrah pun rela meninggalkan kampung kelahirannya demi hijrah bersama kaum Muslimin.
Dalam kesehariaannya Durrah berhubungan lebih dekat dengan Aisyah untuk belajar berbagai ilmu agama. Kerana itulah Durrah banyak meriwayatkan hadis dari Aisyah. Dalam riwayat Ahmad, Durrah bercerita
“Aku sedang berada di rumah Aisyah. Tiba-tiba Rasulullah datang seraya bersabda ‘Beri aku air wudhu’ kemudian aku dan Aisyah segera mengambil kendi, Aisyah kalah cepat dariku. Aku berikan kendi kepada beliau. Beliau mengarahkan pandanganku seraya bersabda ‘Engkau dariku dan aku dari engkau’.
Selain memiliki keutamaan sebagai sahabat perempuan dan keluarga Nabi, Durrah binti Abu Lahab radhiallahu ‘anha juga memiliki keutamaan lain. Ia termasuk perempuan yang berhijrah. Artinya ia seorang muhajirin, memilki keutamaan sebagai generasi awal yang memeluk Islam. Dengan demikian beliau menggabungkan beberapa keutamaan. Yaitu seorang ahlul bait, generasi awal yang memeluk Islam, dan muhajirin.
Selain itu Durrah juga memiliki kemampuan istimewa, ia pandai menggubah syair. Ia membuat bait-bait syair tentang Perang Fijar. Durrah binti Abu Lahab wafat pada tahun 20 Hijriyah pada masa khilafah Umar bin Khathab r.a dalam Islam sebagai jalan hidupnya. []