• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Kontroversi Regulasi Nikah Beda Agama, Sampai Kapan? (Bagian 2)

Kontroversi regulasi nikah beda agama dapat cepat segera berakhir, jika saja pemerintah mau melakukan perubahan atas UU Perkawinan

Misbahul Huda Misbahul Huda
22/01/2024
in Publik
0
Nikah Beda Agama

Nikah Beda Agama

546
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Hak untuk melangsungkan perkawinan merupakan hak asasi manusia yang melekat pada tiap orang. Termasuk pasangan yang berbeda agama. Pasal 28 B ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk membentuk dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Undang Undang Dasar 1945 menjamin hak perkawinan dan membentuk suatu keluarga tersebut sebagai hak asasi manusia.

Lebih jauh Pasal 281 ayat (4) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa “Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara terutama pemerintahan”. Dalam hal ini, Mahkamah Agung sebagai lembaga negara tentu juga mempunyai kewajiban tersebut.

Kemudian Pasal 4 dan 5 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebut bahwa “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang”. “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam Masyarakat”.

Pengabaian HAM dan Independensi Peradilan

Dengan demikian, Surat Edaran MA untuk tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan umat berbeda agama juga merupakan pengabaian pada asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman. Sebagaimana tercantum pada bunyi Pasal 4 dan 5 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman di atas.

UUD 1945 Pasal 24 ayat (1) menegaskan sifat dan karakter kekuasaan kehakiman dengan menyatakan : “Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”.

Baca Juga:

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

Fenomena Inses di Indonesia: Di Mana Lagi Ruang Aman bagi Anak?

Menilik Peran KUPI Muda dalam Momen Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Budaya Gosip dan Stigma atas Perempuan dalam Film Cocote Tonggo (2025)

SEMA Nomor 2 Tahun 2023 dengan demikian juga tidak sesuai dengan prinsip hukum Judiciary Independence atau asas independensi peradilan. Dengan adanya SEMA tersebut menandakan bahwa hakim dalam hal ini menjadi terbatas haknya dalam memutuskan perkara permohonan pencatatan perkawinan beda agama.

Idealnya, Judiciary Independence (independensi peradilan) menjadi prinsip pokok dalam menjaga supremasi hukum serta melindungi hak-hak dan kebebasan individu. Kemerdekaan peradilan seharusnya memastikan bahwa para hakim dan pengadilan untuk membuat keputusan yang adil dan tidak memihak. Tanpa terpengaruh oleh misalnya SEMA Nomor 2 Tahun 2023.

Bertentangan Dengan UU Adminduk

SEMA No. 2 Tahun 2023 juga dianggap mengabaikan ketentuan UU Nomor UU No. 23 Tahun 2006 jo. UU No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Pasal 35 huruf a menyatakan bahwa pencatatan perkawinan yang diatur dalam pasal 34 UU Adminduk berlaku juga bagi perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan. Kemudian penjelasan Pasal 35 huruf a menyatakan ”Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan” adalah perkawinan yang dilakukan antar-umat yang berbeda agama.

Jika SEMA berhadapan dengan Pasal 35 huruf a UU Adminduk, maka (berdasarkan asas lex superior derogat legi inferior) ketentuan Pasal 35 huruf a UU Adminduk tentu seharusnya lebih utama (kuat) daripada SEMA No. 2 Tahun 2023. Hal ini karena kedudukan UU Adminduk dalam hierarki peraturan perundang-undangan lebih tinggi daripada SEMA. Kekuatan hukum SEMA No. 2 Tahun 2023 tidak lebih kuat daripada Undang-undang.

Pasal 79 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung menyatakan bahwa untuk mengatasi problem atau masalah hukum yang belum atau tidak diatur secara rinci dalam Undang-undang. MA dalam hal ini memiliki kewenangan untuk mengeluarkan aturan pelengkap.

SEMA Nomor 2 Tahun 2023 pada dasarnya muncul untuk mengisi kekosongan hukum. Masalahnya adalah aturan mengenai pencatatan perkawinan nikah beda agama sudah tercantum dalam UU Adminduk dan GHR. Sehingga kita tidak dapat menyebutnya sebagai kekosongan hukum.

Quo Vadis Regulasi Nikah Beda Agama

Pasca keluarnya SEMA Nomor 2 Tahun 2023, legalitas perkawinan beda agama di Indonesia memperoleh sedikit kejelasan penafsiran. Aturan ini menjadi penafsir Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 8 huruf (f) UU Perkawinan dalam persoalan keabsahan perkawinan beda agama. Aturan ini juga dengan demikian mengganti keberlakuan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung No. 1400 K/Pdt/1986.

Tetapi sejauh ini, masih saja terdapat konflik norma dalam regulasi nikah beda agama. Termasuk setelah keluarnya SEMA Nomor 2 Tahun 2023. Karena itu penulis mengamini bahwa mencabut Pasal 35 dan 36 Undang-Undang Administrasi Kependudukan merupakan keniscayaan, guna mencegah pertentangan norma.

Selain itu, jika hendak mencapai kepastian hukum yang optimal. Pemerintah dapat mengeluarkan regulasi nikah beda agama dalam bentuk undang-undang baru yang ramah terhadap pemeluk agama yang ada (tidak sebatas surat edaran). Sehingga secara kekuatan hukum lebih kuat. Tidak hanya sebatas SEMA, mengingat belum ada konsekuensi hukum apabila hakim tidak melaksanakan aturan tersebut.

KHI juga sebenarnya telah mengatur perkawinan beda agama. Namun masalahnya adalah Kompilasi Hukum Islam (KHI) berbentuk Instruksi Presiden, bukan Undang-Undang. Sehingga tidak termasuk dalam hierarki Peraturan Perundang-Undangan. Sebagaimana terdapat dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Sebenarnya kontroversi regulasi nikah beda agama dapat cepat segera berakhir jika saja pemerintah mau melakukan perubahan atas UU Perkawinan. Terutama dalam Pasal 8 Undang-Undang Perkawinan yang mengatur mengenai larangan perkawinan. Perumus undang-undang dapat menambahkan perkawinan beda agama sebagai perkawinan yang terlarang. []

 

Tags: hukumIndonesiamahkamah agungNikah Beda AgamaPengadilan agamapernikahan
Misbahul Huda

Misbahul Huda

Misbahul Huda, Dosen STAI Al Hikmah 2 Brebes

Terkait Posts

Jam Masuk Sekolah

Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

7 Juni 2025
Iduladha

Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

7 Juni 2025
Masyarakat Adat

Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

7 Juni 2025
Toleransi di Bali

Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

7 Juni 2025
Siti Hajar

Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

7 Juni 2025
Relasi Kuasa

Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

7 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jam Masuk Sekolah

    Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT
  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID