• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Reinterpretasi Syair-syair Misoginis dan Diskriminatif terhadap Perempuan

Saya ingin menegaskan bahwa teks, bahasa, atau kata-kata yang disampaikan oleh seseorang tidak akan lepas dari faktor lain yang mengitarinya

Arifin Arifin
02/03/2024
in Hikmah
0
Syair Misoginis

Syair Misoginis

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Bangsa Arab dahulu memang terkenal sebagai nidham al-abawi (sistem patriarki). Superioritas laki-laki sekaligus inferioritas perempuan ini cukup menyebar dalam cara mereka berbahasa, berkomunikasi, dan berinteraksi. Bahkan wabah cara pandang seperti ini masuk dalam disiplin keilmuan mereka seperti nahwu, sharaf, tafsir, dan seterusnya tanpa terkecuali ilmu syair.

Syair yang kita ketahui memang merupakan alat komunikasi untuk mengungkapkan isi hati atau apa yang ada dalam pikiran. Dengan sendirinya syair juga sering mereka gunakan untuk memuji dan menyanjung. Tapi tidak sedikit juga mereka fungsikan untuk motif-motif keji misal menghina, bergosip, mengadu domba dan sejenisnya.

Dalam kaitanya dengan perempuan, syair kadang muncul dengan gaya misoginis serta diskriminatif. Imam al-Mawardi as-Syafi’i dalam kitabnya mengutip satu cuplikan yang Khalifah Umar bin Khattab ungkapkan:

إنَّ النِّسَاءَ شَيَاطِينُ خُلِقْنَ لَنَا  ** نَعُوذُ بِاَللَّهِ مِنْ شَرِّ الشَّيَاطِينِ

“Sesungguhnya para perempuan adalah setan-setan yang diciptakan untuk kita (para lelaki)

Baca Juga:

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Merebut Tafsir: Membaca Kartini dalam Konteks Politik Etis

Jejak Tokoh Muslim Penyandang Disabilitas

Kami berlindung kepada Allah dari keburukan para setan.“ (Adabu ad-Dunya wa Ad-Din, h; 167)

Orang yang membaca secara sepintas apalagi memang tidak punya bekal pengetahuan yang cukup tentang perempuan akan beranggapan bahwa semua perempuan adalah setan yang berbahaya. Hal ini terbukti dengan pernyataan pemimpin umat Islam yang pemberani atau terkenal dengan sebutan macan Allah.

Syair-syair Misoginis

Tidak hanya itu. Ayah Abdullah bin Umar yang begitu populer dan sangat ditakuti oleh para setan ternyata juga masih memohon perlindungan pada Tuhan dari tipu daya setan indrawi dari kaum hawa. Dengan nada klaim misoginis yang senada, Abu al-Aina’ meriwayatkan dari Abu Zaid untaian bait-bait di bawah ini:

إنَّ النِّسَاءَ كَأَشْجَارٍ نَبَتْنَ مَعًا  *مِنْهُنَّ مُرٌّ وَبَعْضُ الْمَرِّ مَأْكُولُ

وَمَا وَعَدْنَك مِنْ شَرٍّ وَفَيْنَ بِهِ * وَمَا وَعَدْنَك مِنْ خَيْرٍ فَمَمْطُولُ

“Sesungguhnya para perempuan ibarat pohon-pohon yang tumbuh bersamaan,

dari mereka muncul rasa pahit namun sebagian kepahitan itu dimakan,

keburukan apapun yang dijanjikan oleh para wanita kepadamu niscaya akan mereka tepati,

namun kabaikan apapun yang mereka janjikan kepadamu nicaya akan tertunda.“ (Adabu ad-Dunya wa Ad-Din, h; 197).

Abu Manshur at-Tunisi Tsa’abi mengutip juga bait terkait kematian anak perempuan adalah sebuah kemuliaan bagi orang tuanya.

سروران ما لهما ثالث … حياة البنين وموت البنات

وأصدق من ذين قول الحكيم … دفن البنات من المكرمات

“Dua kebahagiaan yang tiada nomer tiganya

Yaitu kehidupan anak laki-laki dan matinya anak perempuan

Maka Dan perkataan orang bijak itu lebih benar dari pada kedua kebahagiaan tadi:

Mengubur anak perempuan merupakan bagian kehormatan.“ (al-Lathaif wa ad-Doroif, J; 1, H:  182).

Syair tak Lepas dari Konteks

Perlu kita cermati secara kritis bahwa bait-bait yang saya utarakan tadi tidak boleh kita makan mentah-mentah. Apalagi kita jadikan sebuah konsep keyakinan yang begitu sakral. Karena boleh jadi penyair sebagaimana layaknya manusia yang juga dapat terpengaruhi oleh pemahaman, narasi, konsep kehidupan, cara pandang yang mengitari zaman dan tempat mereka berada.

Boleh jadi juga penyair menggunakan lafad yang umum. Namun maksudnya khusus sehingga tidak terkesan sebagai syair-syair misoginis yang kosong dari konteksnya. Kalau kita baca secara utuh, ternyata Sayyidina Umar baru saja mendengar untai bait dari seorang perempuan yang seakan menggoda laki-laki. Dia mengatakan:

إنَّ النِّسَاءَ رَيَاحِينُ خُلِقْنَ لَكُمْ * وَكُلُّكُمْ يَشْتَهِي شَمَّ الرَّيَاحِينِ

“Sesungguhnya para wanita adalah bau harum yang diciptakan untuk kalian para lelaki. Kalian semua bersyahwat untuk mencium aroma bau-bau harum itu” (al-Mawardi, Adabu ad-Dunya wa Ad-Din, h; 167)

Potongan bait terakhir mengindikasikan bahwa para lelaki bersyahwat untuk mencium wanita. Meski ini bisa jadi betul secara tabiat namun dalam konteks bercakap-cakap laki-laki bisa tergoda oleh perkataan wanita.

Jawaban Umar terkait “wanita adalah setan” dapat kita arahkan khusus pada wanita tadi. Ini sebagai bentuk agar wanita itu tidak terus menggoda atau mungkin Sayaddina umar mengingatkan para sahabat agar mereka berhati-hati kepada wanita ini.

Penjelasan ini makin kuat dengan pernyataan lanjutan khalifah setelah melontarkan syair:

“Jika akad nikah menjadi sebuah ikatan dalam agama maka tentu itu akad yang paling dapat kita percaya di dunia, paling langgeng kasih sayangnya, paling mulia akadnya baik awal maupun akhirnya. Sebab tuntutan agama dipatuhi olehnya. Barang siapa yang mengikuti agama tentu dia selamat, lurus kehidupannya, serta aman dari ketergelinciran.” (Adabu ad-Dunya wa Ad-Din, h; 167)

Kelahiran Anak Perempuan

Bait kedua juga bisa kita baca demikian. Artinya tidak semua perempuan terasa pahit, tidak seluruh perempuan yang ingkar janji kebaikan. Pasti ada atau bahkan banyak wanita-wanita yang bisa jadi teladan baik bagi perempuan sendiri maupun bagi laki-laki. Seperti Sayyidah Aisyah, Sayyidah Khadijah, dan Ummul Mukminin lainnya. Saya tidak akan memperpanjang sesuatu yang sudah populer.

Bait ketiga adalah bait yang menjelaskan cara pandang orang jahiliyah terhadap anak perempuan. Pemikiran dan sikap mereka terabadikan oleh al-Quran surat:

“Padahal apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam), dan dia sangat marah. Dia bersembunyi dari orang banyak, disebabkan kabar buruk yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan (menanggung) kehinaan atau akan membenamkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ingatlah alangkah buruknya (putusan) yang mereka tetapkan itu”. (an-Nahl ; 58-59).

Lahirnya anak perempuan adalah malapetaka dan cacat keluarga. Sehingga menguburkan adalah solusi bagi mereka. Namun cara pandang Islam dapat kita jumpai dari kata بشر yang berarti “diberi kabar gembira”. Dan Al-Quran juga tegas berseberangan dengan pikiran jahiliyah dalam soal ini dengan mengatakan: Ingatlah alangkah buruknya (putusan) yang mereka tetapkan itu.

Memahami Makna setiap Kata

Ma’an Bin Aus menyatakan syair yang bertolak belakang dengan mindset jahiliyah. Dia adalah seorang penyair Arab yang jahili namun mengikuti datangnnya Islam. Sehingga akhirnya masuk Agama Nabi Muhammad. Syair yang saya maksud yaitu:

رأيت رجالا يكرهون بناتهم … وفيهن لا نكذب نساء صوالح

“Aku telah menjumpai orang-orang yang membenci anak perempuannya. Padahal diantara mereka kami tidak mendustakan adanya wanita-wanita salihah.”

Ibnu Qoyyim al-Jauziyah memberikan gagasan yang sangat bagus terkait lafad:

“Lafad-lafad tidak bersifat ta’abbudi atau dogmatis, maka orang yang bijak akan bertanya; apa yang dimaksud? Sementara orang yang tekstualis akan bertanya: apa yang dikatakan?”

(I’lam al-Muwaqqi’in an Kalam Rabb al-‘Alamin, j; 1, h; 299).

Saya ingin menegaskan bahwa sebuah teks, bahasa, atau kata-kata yang seseorang sampaikan tidak akan lepas dari faktor-faktor lain yang mengitarinya. Dengan fakta ini pembaca akan lebih memahami apa yang dimaksud serta akan lebih cerdas untuk menerapkan teks itu untuk di luar zamannya. []

Tags: Arab JahiliyahPra Islamsahabat nabisejarahSyair MisoginisZaman Nabi
Arifin

Arifin

Alumni Ma'had Aly Situbondo

Terkait Posts

KB

KB dalam Pandangan Riffat Hassan

20 Mei 2025
KB

KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

20 Mei 2025
KB dalam Islam

KB dalam Pandangan Islam

20 Mei 2025
Bersyukur

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

19 Mei 2025
Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Gizi Ibu Hamil

Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

17 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version