• Login
  • Register
Jumat, 6 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Mengenal Salma binti ‘Amr, Nenek Nabi sekaligus High Value Woman Zaman Jahiliyah

Salma bukan sekadar perempuan dari zaman Jahiliyah yang pasrah pada takdir. Sebaliknya, ia membuat takdirnya sendiri dengan memegang kendali atas hidupnya

Achmad Ma'aly hikam mastury Achmad Ma'aly hikam mastury
28/10/2024
in Figur, Rekomendasi
0
Salma binti 'Amr

Salma binti 'Amr

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dalam sejarah Islam, nama-nama tokoh perempuan sering kali tenggelam oleh narasi biografi tokoh yang mayoritas para sahabat Nabi maupun ulama laki-laki. Terutama, sangat jarang kita temukan tulisan yang menceritakan high value woman zaman Jahiliyah atau pra-Islam.

Banyak yang memahami bahwa perempuan di masa sebelum kedatangan Islam tidak memiliki harga diri. Mereka banyak terlecehkan, terkubur hidup-hidup sejak kecil. Bahkan dianggap sebagai barang yang diperjualbelikan sebatas sebagai bahan pelampiasan berahi.

Anggapan ini tidak sepenuhnya benar, karena tidak jarang perempuan pada masa Jahiliyah memiliki kepribadian yang luhur serta harga diri yang tinggi. Adalah Salma binti ‘Amr, istri dari Hasyim bin Abd Manaf, kakek kedua Rasulullah sekaligus ayah Abdul Muthalib. Ia adalah salah satu dari beberapa high value woman di masa Jahiliyah.

Salma binti ‘Amr berasal dari Bani an-Najjar dan termasuk suku Khazraj. Salah satu dari dua suku yang paling berpengaruh di Madinah. Kelak, Bani Najjar merupakan bagian dari kaum Anshar, yang menjadi pendukung pertama dakwah Nabi di Madinah.

Salma terkenal sebagai perempuan yang berani dan cerdas serta memiliki kepribadian yang luhur. Karakter tersebut sangat kontras dengan perempuan masa Jahiliyah yang sering kali tergambarkan memiliki posisi rendah dan kerap terhina. Bahkan, dalam hal ini, ia menjadi contoh “perempuan independen” yang tidak begitu saja menyerahkan hidupnya pada keputusan pihak laki-laki dalam keluarga atau sukunya.

Baca Juga:

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

Ibadah Kurban dan Hakikat Ketaatan dalam Islam

Mitos Israel di Atas Penderitaan Warga Palestina

Pesan Mubadalah dari Keluarga Ibrahim As

Membaca Karakter Salma

Karakternya ini ia tunjukkan dalam kisah yang saya nukil dari buku Membaca Sirah Nabi Muhammad karya Prof. Quraish Shihab. Diceritakan bahwa ketika Hasyim bin Abd Manaf, kakek Nabi, hendak melamarnya, Salma tidak serta-merta menerima. Sebaliknya, Salma mengajukan syarat bahwa hak perceraian (talak) berada pada tangannya, dan bila ia hendak melahirkan, ia harus berada di tengah kaumnya di Madinah.

Dua syarat ini terpenuhi oleh Hasyim. Ketika Salma telah mengandung dan mendekati masa kelahiran, Hasyim membawa istri tercinta ke Madinah untuk melahirkan sesuai syarat sang istri. Anak yang ia beri nama Syaibah al-Hamd pun lahir. Kegembiraan terpancar pada raut wajah ibunya. Namun, kebahagiaan tersebut tidak sempat dirasakan oleh sang ayah, Hasyim.

Setelah sampai di Madinah dan mengantarkan sang istri ke tengah sukunya, Hasyim melanjutkan perjalanan dagangnya ke Syam. Naasnya, sebelum kembali ke Madinah, maut menjemputnya di Gaza (Palestina) dalam usia tiga puluhan. Ia pun tidak sempat menggenggam tangan mungil anaknya, yang kelak terkenal dengan nama Abdul Muthalib. Kakek kesayangan Nabi yang membantunya dalam menempuh rintangan jalan dakwah.

Inspirasi Perempuan di Segala Zaman

Melihat keteguhan hati dan kehormatan dirinya, Salma binti ‘Amr adalah inspirasi bagi perempuan di segala zaman. Ia bukan sekadar perempuan dari zaman Jahiliyah yang pasrah pada takdir. Sebaliknya, ia membuat takdirnya sendiri dengan memegang kendali atas hidupnya. Kisahnya juga mengajarkan kita bahwa tidak semua perempuan di zaman Jahiliyah mendapatkan perlakuan buruk serta kehilangan eksistensinya di tengah masyarakat.

Bint Asy-Syathi, dalam bukunya Um an-Nabi sebagaimana yang saya nukil dari buku Membaca Sirah Nabi Muhammad, menulis, “Cukup banyak berita/riwayat yang sampai kepada kita yang menunjukkan kedudukan terhormat perempuan pada masyarakat Arab di era Jahiliyah. Berita/riwayat-riwayat itu tidak hilang, hanya saja tidak tersebar sebagaimana tersebarnya riwayat yang berbicara tentang penguburan hidup anak-anak perempuan. Pewarisan istri ayah kepada anak sang ayah, dan lain-lain yang merupakan bentuk-bentuk pelecehan.” Wallahu a’lam. []

Tags: Ahlul BaytArab SaudiislamJahiliyahKeluarga NabiSalma binti 'Amrsejarah
Achmad Ma'aly hikam mastury

Achmad Ma'aly hikam mastury

Hanya seorang pemula dalam penulis, bisa disupport melalui akun instagramnya @am_hikam

Terkait Posts

Narasi Hajar

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

6 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

5 Juni 2025
Pesan Mubadalah

Pesan Mubadalah dari Keluarga Ibrahim As

4 Juni 2025
Tubuh yang Terlupakan

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

3 Juni 2025
Akhlak Karimah

Bagaimana Akhlak Karimah dalam Memilih dan Melamar Pasangan Pernikahan?

2 Juni 2025
Ketuhanan

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

1 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Berkurban

    Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Solusi Ramah Lingkungan untuk Pembagian Daging Kurban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tambang Nikel Ancam Kelestarian Alam Raja Ampat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 3 Solusi Ramah Lingkungan untuk Pembagian Daging Kurban
  • Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha
  • Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang
  • Makna Wuquf di Arafah
  • Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID