• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Media dan Bahaya Konsumerisme di Era Modern

Sampai di sini kita dapat menilai bahwa simulakra membuat pergeseran nilai secara signifikan atas suatu barang sehingga masyarakat tidak lagi melihat nilai suatu barang berdasarkan kegunaannya.

Fadhel Fikri Fadhel Fikri
27/07/2022
in Publik
0
Gerakan Feminis

Gerakan Feminis

326
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perkembangan media saat ini merupakan suatu kemajuan dalam peradaban umat manusia dan informasi adalah unsur terpenting untuk bertahan hidup. Setelah sejarah panjangnya, manusia akhirnya mendapatkan kemudahan dalam mengakses beragam informasi; mulai dari masa keemasan media cetak seperti koran, tabloid, pertelevisian, hingga di era telepon pintar seperti sekarang ini; semua informasi kini berada di genggaman kita.

Meskipun semuanya tampak instan dan mudah, namun pada dasarnya media secara bertahap turut memengaruhi perilaku dan kesadaran kita, sebagaimana menurut filsuf sekaligus sosiolog, Harbert Marcuse. Marcuse mengatakan bahwa media punya peran penting dalam memanipulasi kesadaran manusia, yang mana pemanipulasian kesadaran ini akan mengarah pada apa yang dia sebut konsumerisme. Selain itu dia juga menambahkan bahwa media membuat manusia menjadi makhluk satu dimensi, yaitu makhluk yang berada di bawah kekuasaan prinsip teknologi; orang yang diperbudak oleh produk dan berada dalam cengkraman masyarakat konsumsi.

Simulakra di sisi lain merupakan suatu istilah yang dipopulerkan oleh seorang filsuf pascamodern, Jean Baudrillard. Menurut Baudrillard simulakra adalah konstruksi pikiran imajiner manusia atas realitas tanpa menghadirkan realitas itu sendiri secara esensial; tidak ada kondisi yang ‘sebenarnya’ melainkan representasi yang dianggap sebagai realitas. Ia berpendapat bahwa ada suatu konstruksi identitas yang mampu membuat hal-hal yang bersifat abstrak menjadi konkret, dan begitu pula sebaliknya.

Baudrillard menyatakan bahwa di bawah kejayaan era kapitalisme lanjut, mode of production kini telah digantikan oleh mode of consumption. Dalam budaya konsumerisme, misalnya, simulakra dapat memanipulasi seorang konsumen untuk mengekspresikan “indentitasnya” dengan membeli atau mengonsumsi produk atau komoditas sebanyak mungkin yang ditawarkan pasar kapitalis sehingga pembelian barang yang tadinya hanya berdasarkan “kebutuhan” sehari-hari dan tuntutan untuk “bertahan hidup”, kini berubah menjadi pembelian yang didasarkan atas “gaya hidup”.

Salah satu contoh simulakra ini seperti, ketika Anda yang sudah memiliki sebuah tas yang biasanya Anda gunakan untuk menyimpan laptop. Namun karena iklan yang terus memborbardir Anda dengan menampilkan merek tas terbaru – sebut saja A – yang adalah merek tas populer, maka Anda merasa bahwa Anda harus membeli tas tersebut; bukan karena tas Anda sebelumnya rusak, tetapi karena gengsi dan hasrat untuk mengikuti gaya hidup trendi. Meskipun jika dilihat dari segi kegunaan kedua tas tersebut sama, namun karena tuntutan pasar dan gaya hidup Anda merasa perlu untuk membelinya.

Baca Juga:

Herland: Membayangkan Dunia Tanpa Laki-laki

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Qiyas Sering Dijadikan Dasar Pelarangan Perempuan Menjadi Pemimpin

Membantah Ijma’ yang Melarang Perempuan Jadi Pemimpin

Sampai di sini kita dapat menilai bahwa simulakra membuat pergeseran nilai secara signifikan atas suatu barang sehingga masyarakat tidak lagi melihat nilai suatu barang berdasarkan kegunaannya. Nilai utility (kegunaan) suatu produk/barang yang sebelumnya konkret/nyata, kini berbalik menjadi abstrak; sebaliknya, nilai barang yang seharusnya abstrak (untuk gaya/gengsi), kini berubah menjadi konkret; Barang yang tadinya digunakan atas dasar kebutuhan hidup sehari-hari, kini digunakan untuk mendapatkan status sosial di mata masyarakat dalam konteks gaya hidup.

Namun ini belum selesai. Bagi Baudrillard, hal di atas diperparah dengan gaya hidup yang menghambakan diri pada pencitraan. Para kapitalis sukses membuat individu mengalami kecanduan pada produk-produk mereka, sehingga komoditas yang dikonsumsi masyarakat bukan lagi karena zat atau esensinya, namun lebih kepada hal-hal yang sifatnya simbolik. Di sini lah Baudrillard menggunakan pendekatan semiologinya.

Nilai Tanda

Karl Marx mengategorikan produk atau barang berdasarkan dua hal yaitu: nilai gunanya dan nilai tukarnya. Baudrillard kemudian memperbaharui gagasan tersebut dengan menambahkan teori nilai yang di utarakan Marx sebagai “nilai tanda”. Menurut Baudrillard, saat ini, fungsi utama objek-objek konsumsi bukanlah pada kegunaan atau manfaatnya, melainkan lebih pada fungsinya sebagai nilai-tanda atau nilai-simbol yang disebarluaskan melalui iklan-iklan gaya hidup berbagai media. Teori semiologi Baudrillard ini menggambarkan bahwa overproduksi nilai tanda yang dilakukan para kapitalis dalam bentuk visual atau gambar membuat suatu objek kehilangan maknanya.

Nilai tanda adalah suatu barang yang dibentuk dari pola simulakra yang menampilkan komoditasnya dengan pencitraan yang sedimikian rupa sehingga seseorang akan lebih tertarik pada seberapa terpujinya atau terkenalnya komoditas tersebut di mata masyarakat alih-alih melihat seberapa bergunanya komoditas tersebut bagi dirinya sendiri. Dengan kata lain, objek-objek konsumsi kini telah menjelma menjadi seperangkat sistem klasifikasi status, prestise bahkan tingkah laku masyarakat.

Baudrillard menilai bahwa nilai tanda/simbolik komoditas merupakan sumber penindasan yang sesungguhnya dari kapitalisme atas masyarakat dengan menampilkan dirinya dalam citra, bentuk, atau gaya baru yang lebih menarik dan membuat seseorang mengalami kesenangan atau kepuasan semu tanpa menyadari bahwa dirinya sedang ditindas. Harbet Marcuse menyebut hal ini sebagai sistem pembentukan kebutuhan palsu. Sementara sosiolog Arthur Berger menyebutnya sebagai culture code, di mana terdapat struktur rahasia yang membentuk perilaku dan kesadaran kita sehingga membuat kita mudah didikte oleh objek atau komoditas.

Jelasnya, dengan adanya nilai tanda ini, kapitalisme berhasil memaksa masyarakat untuk mengikuti pola hidup yang sesuai dengan apa yang mereka produksi demi keuntungan mereka. Pada akhirnya, pola simulakra dalam menyokong konsumerisme, menurut Baudrillard, memunculkan paradigma baru di mana kita dituntut untuk terus-menerus mengonsumsi agar merasa ‘hidup’. Olehnya slogan yang mungkin dapat mewakili budaya ini adalah “aku mengkonsumsi maka aku ada”; karena simulakra membuat masyarakat rela berjuang mati-matian demi mendapatkan komoditas tertentu agar menaikan status dan citra mereka di mata masyarakat.

Sebagai penutup, kita sebagai masyarakat harus lebih kritis lagi menyikapi kemajuan teknologi dan media. Meskipun arus informasi menjadi lebih mudah jika dibandingkan beberapa dekade sebelumnya, namun banjir informasi akan membuat kita kesulitan dalam memetakan nilai-nilai terpenting dalam hidup kita termasuk dalam membedakan yang nyata dan yang tidak di dalam kehidupan kita sehari-hari. Pemikiran Baudrillard tentang sisi-sisi kebudayaan pascamodern dewasa ini setidaknya telah memberikan sedikit pencerahan, terutama dalam filsafat dan studi kebudayaan (cultural studies). Pemikiran-pemikirannya sangat berguna terutama sebagai upaya untuk memahami realitas kebudayaan dewasa ini yang semakin kompleks dan berubah cepat.

Tulisan ini telah diterbitkan sebelumnya di Sophia Institute dari artikel asli yang berjudul “Jean Baudrillard: Media, Simulakra, dan Konsumerisme” yang di terbitkan kembali atas izin penulis dan penerbit.

  • Biosentrisme: Bukti Menunjukkan Kematian Bukanlah Akhir?
  • Sebuah Reflektif: Saya dan Nietzsche
  • Akar Rasis Pemutihan Kulit dan Pengkondisian Budaya Ratusan Tahun
  • Masalah Persetujuan: Apakah Seorang Anak Berutang Kepada Orang Tuanya?
  • Kritik Pemikiran Lukman Thahir: Antara Filsafat dan Pseudoscience
  • David Hume: Apakah Kausalitas Itu Tidak Nyata?
  • Jean Baudrillard: Media, Simulakra, dan Konsumerisme
  • Sebuah Kritik: Memperdebatkan Kebenaran Agama
  • Sebagai Omong Kosong
  • Ibn Arabi dan Kosmologi Gender Laki-Laki dan Perempuan
  • Mengapa Payudara Perempuan Masih Menjadi Objek Tabu?
  • Merefleksikan Kembali Konflik Antara Filsafat dan Sains
Tags: FeminisfeminismeGen ZGenerasi MilenialGerakan Sosialperempuan
Fadhel Fikri

Fadhel Fikri

Co-Founder Sophia Institute Palu, serta pegiat filsafat dan sains. Pembisnis di Sabda Literasi Palu dan Istana Reload

  • Tuhan Tidak Perlu Dibela
  • Feminisme; Sebuah Pengantar Singkat
  • Diskursus dan Metode (Discourse on the Method)
  • Che Guevara, Paulo Freire Dan Politik Harapan
  • Tentang Hidup yang Singkat
  • Sejarah Filsafat Timur
  • Seni Mencintai
  • Psikoanalisis dan Agama
  • Nasionalisme, Islamisme, Marxisme (Pikiran-Pikiran Soekarno Muda)
  • Makna cinta; Menjadi Autentik dengan Mencintai Tanpa Syarat menurut Soren Kierkegaard
  • Karl Marx; Sebuah Pengantar Singkat
  • Sejarah Para Filsuf Dunia
  • How To Die; Sebuah Panduan Klasik Menjelang Ajal
  • Filsafat Untuk Para Profesional
  • Diskursus Teori-Teori Kritis; Kritik atas kapitalisme klasik, modern, dan kontemporer
  • Marx dan Freud; Marxisme dan Psikoanalisis
  • Fundamentalisme; Sebuah Pengantar Singkat
  • Filsafat Di Masa Kini
  • Epistemologi Kiri; Seri Pemikiran Tokoh
  • Filsafat Periode Aristoteles 3
  • Filsafat Periode Plato 2
  • Seven Theories Of Religion (Tujuh Teori Agama Paling Berpengaruh)
  • Tentang Hidup yang Bajik
  • Teori Asal Usul Manusia (The Origin of Species)
  • Seni Berbahagia
  • Prinsip-Prinsip Filsafat
  • Filsafat Priode Socrates 1
  • Demokrasi; Sebuah Pengantar Singkat
  • Metafisika
  • Etika Nikomakea (Aristoteles)
  • Pengantar Filsafat Dari Klasik Hingga Postmodernisme
  • World History Sejarah Dunia Lengkap
  • Dasar-Dasar Filsafat Barat; Tuhan, Benar dan Salah, Politik, Dunia Eksternal, Sains, Pikiran, Seni
  • Agnostisisme; Sebuah Pengantar Singkat
  • Analisis Filosofis Mobile Legend: Natan dan Pesan-Pesan Materialisme
  • Nikotin Agama.
  • Saya Profesor Filsafat: Argumentasi yang Melarang Aborsi Itu Tidak Logis
  • Bagaimana Teror Atas Nama Agama Itu Terjadi?
  • Spiritualitas Sebagai Esensi Agama
  • Perempuan dalam Jeratan Nikah Muda
  • Transformasi Perguruan Tinggi di Indonesia: Antara Inisiasi, Reputasi, dan Kesenjangan
  • Girl Talk: Haruskah Saya Merasa Bersalah Karena Kehilangan Keperawanan Sebelum Menikah?
  • Kontroversi Iklan Tanishq dan Kisah Pernikahan Hindu-Muslim
  • Mengapa Atasan Wanita Mendapat Reaksi Berbeda Dari Pria Saat Mengkritik Karyawan
  • Bodoh Adalah Anugerah
  • Bagaimana Pendapat Seorang Ateis Tentang Kematian?
  • Biosentrisme: Bukti Menunjukkan Kematian Bukanlah Akhir?
  • 10 Film Rekomendasi Tentang Filsafat
  • Sisa-sisa Napas dari Ilahi
  • Sihir Realitas: Review Buku Richard Dawkins
  • Stoik dan Kebebasan Batin
  • Antara Komunis dan Islam, Apakah Bertentangan?
  • Tasawuf Martabat Tujuh: Menemukan Tauhid dalam Agama-Agama Lain
  • Center for Islamic Philosophical Studies and Information Membuka Kelas Virtual Filsafat Islam
  • Antara Komunis dan Islam, Apakah Bertentangan?
  • Bagaimana Teror Atas Nama Agama Itu Terjadi?
  • Spiritualitas Sebagai Esensi Agama
  • Saya Profesor Filsafat: Argumentasi yang Melarang Aborsi Itu Tidak Logis
  • Perempuan dalam Jeratan Nikah Muda
  • Biosentrisme: Bukti Menunjukkan Kematian Bukanlah Akhir?
  • Sebuah Reflektif: Saya dan Nietzsche
  • Akar Rasis Pemutihan Kulit dan Pengkondisian Budaya Ratusan Tahun
  • Masalah Persetujuan: Apakah Seorang Anak Berutang Kepada Orang Tuanya?
  • Kritik Pemikiran Lukman Thahir: Antara Filsafat dan Pseudoscience
  • David Hume: Apakah Kausalitas Itu Tidak Nyata?
  • Jean Baudrillard: Media, Simulakra, dan Konsumerisme
  • Sebuah Kritik: Memperdebatkan Kebenaran Agama
  •  Sebagai Omong Kosong
  • Ibn Arabi dan Kosmologi Gender Laki-Laki dan Perempuan
  • Mengapa Payudara Perempuan Masih Menjadi Objek Tabu?
  • Merefleksikan Kembali Konflik Antara Filsafat dan Sains

Terkait Posts

Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Nakba Day

Nakba Day; Kiamat di Palestina

15 Mei 2025
Nenek SA

Dari Kasus Nenek SA: Hukum Tak Lagi Melindungi yang Lemah

15 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

    KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version