• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Hai Gen Z, Mari Berkenalan dengan Syekh Abu Syuqqah

Abu Syuqqah mengungkap hak dan kebebasan perempuan di era kerasulan berdasarkan Al-Qur'an, dan hadis sahih

Thoah Jafar Thoah Jafar
24/01/2022
in Figur, Rekomendasi
0
Qadha Puasa, dan Praktik Kesalingan dalam Fikih Mubadalah

Qadha Puasa, dan Praktik Kesalingan dalam Fikih Mubadalah

570
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Belakangan ini, saya makin tertarik untuk membaca-baca hasil riset tentang karakter antargenerasi. Terutama, untuk klaster anak-anak yang tumbuh kembang dan mulai menorehkan karya di hari ini, atau biasa disebut gen z.

Berbagai kajian demografi menyatakan bahwa anak-anak kekinian cenderung memiliki sifat menghargai keberagaman, merdeka, dan berorientasi pada hal-hal substantif. Ini yang positifnya. Sementara yang masih membuat degdegan para orang tua, yang merupakan generasi sebelumnya dengan karakter jauh berbeda, ialah kesan ketidak-pedulian terhadap berbagai macam perkara yang sudah dianggapnya normatif. Seperti unggah-ungguh, menuruti tata prosedural, dan menyukai hal-ihwal yang serbainstan.

Dan yang kian membuat menarik perhatian adalah konsep-konsep kemerdekaan, dan hak kedaulatan tubuh perempuan pun tak luput dijadikan antitesis gen z terhadap petuah-petuah orang-orang sebelumnya. Perempuan yang kerap diposisikan sebagai subordinat laki-laki pada kebiasaan-kebiasaan orang dulu, oleh remaja-remaja sekarang justru mendapatkan kampanye porsi yang lebih setara.

Karakter reformis itu memang terkesan baru hadir sekarang. Padahal, nilai-nilai itu sejatinya telah diperjuangkan mati-matian sejak dulu kala. Banyak tokoh-tokoh lampau menyuarakan dengan lantang mengenai prinsip kebebasan manusia, antipenindasan, atau pun pentingnya perspektif kesetaraan. Salah satunya, Syekh Abu Syuqqah, ulama asal Kairo yang sepanjang hayatnya dihabiskan untuk mewartakan kesetaraan laki-laki dan perempuan, demi mewujudkan kehidupan yang adil, berimbang, dan penuh kesalingan.

Siapa Abu Syuqqah?

Baca Juga:

Bagaimana Mubadalah Memandang Fenomena Perempuan yang Menemani Laki-laki dari Nol?

Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir Bagian II

Kafa’ah yang Mubadalah: Menemukan Kesepadanan dalam Moral Pasutri yang Islami

Jalan Mandiri Pernikahan

Ia terlahir dengan nama Abdul Al Halim Muhammad Abu Syuqqah pada 28 Agustus 1924. Abu Syuqqah berhasil menelorkan karya fenomenal bernama Tahrirul Mar’ah fi ‘Ashrir Risalah. Dalam buku yang terdiri dari 6 jilid tersebut, Abu Syuqqah mengungkap hak dan kebebasan perempuan di era kerasulan berdasarkan Al-Qur’an, dan hadis sahih.

Pemikiran Abu Syuqqah menggebrak dunia di zamannya, bahkan menginspirasi tokoh-tokoh yang hadir setelahnya.

Ulama moderat Syekh Muhammad Al-Ghazali dalam pengantar Tahrirul Mar’ah menyebut Abu Syuqqah sebagai sosok yang sangat mencintai agamanya, menghargai ilmu pengetahuan, ikhlas, tak menyukai tradisi debat kusir, dan penghafal hadis-hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim.

Sementara cendekiawan Muslim asal Mesir, Syekh Yusuf Al Qardawi, menyebut Abu Syuqqah sebagai sosok yang berpikir tenang, tetapi berani, kritis, dan reformis. Ia merupakan tokoh yang kuat memengang prinsip-prinsip yang dia imani.

Secara garis besar, sebagaimana yang terungkap dalam Tahrirul Mar’ah, Syekh Abu Syuqqah memahami bahwa perubahan sosial akan sangat berpengaruh pada perempuan dan tetek bengeknya. Seperti, hubungan perempuan dengan keluarga, ruang publik, maupun politik. Abu Syuqqah ingin perempuan Muslim mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan modern akan tetapi tetap berpijak pada substansi keislaman yang kuat.

Untuk mengarah ke sana, Abu Syuqqah merasa bahwa penyetaraan dan kemerdekaan perempuan menjadi isu yang kian penting diperjuangkan. Ia menilai, ada banyak belenggu pemikiran dan ukuran palsu yang mengesankan Islam sebagai agama yang tidak ramah terhadap perempuan. Dan itu, menurut Abu Syuqqah, penting diluruskan.

Pemikiran dan gagasan

Setidaknya, ada lima poin yang disorot Abu Syuqqah dalam Tahrirul Mar’ah. Yakni, karakteristik perempuan, pakaian dan perhiasan, keterlibatan dalam sistem sosial, keluarga, dan seksual.

Perihal karakteristik, Abu Syuqqah menyebut bahwa perempuan di zaman Nabi Muhammad Saw memahami betul karakternya sebagaimana yang tengah digariskan Islam. Karakteristik itu tersimpul dalam sabda Rasulullah Saw yang menetapkan dasar-dasar persamaan antara laki-laki dan wanita dengan sedikit kekhususan dalam beberapa bidang.

“Sebenarnya perempuan itu adalah saudara kandung laki-laki.” (HR Abu Daud).

Tentang pakaian dan perhiasan, membuka wajah disebut sesuatu yang sudah umum dilakukan pada zaman Nabi Saw. Sedangkan budaya bercadar, tak lain merupakan tren pada sebagian perempuan yang sudah muncul sebelum maupun sesudah kedatangan Islam.

Yang lebih menggetarkan lagi, Abu Syuqqah berpendapat bahwa ketentuan perempuan menetap di dalam rumah dan memakai hijab merupakan sebuah kekhususan yang diberikan untuk istri-istri Rasulullah. Sementara para istri sahabat yang mulia justru tidak mengikuti aturan-aturan khusus tersebut.

Dalam kehidupan sosial, aturan “pembatasan” perempuan di ranah publik yang sempat ada, semata-mata harus dimaknai sebagai pemeliharaan, bukan pembatasan yang menghambat. Sedangkan ketika kondisi sosial kian menuntut adanya partisipasi perempuan dalam lingkup sosial, maka kaidah-kaidah yang telah digariskan syariat itu, haruslah menjadi pengatur kondisi tersebut sampai akhir zaman, tetapi bukan melalui fisik, yakni peningkatan perlindungan dan kesadaran.

Abu Syuqqah juga menjelaskan bahwa hubungan ideal suami-istri harus dibentuk melalui prinsip berbagi tanggung jawab dengan cara bekerja sama di atas semangat kesalingan.

Prinsip-prinsip inilah, yang pada akhirnya bisa dijadikan dalil penting yang perlu menjadi bekal generasi hari ini. Oleh KH Faqihuddin Abdul Kodir, pemikiran Abu Syuqqah ini dicerna menjadi salah satu fondasi pembentukan prinsip mubadalah, yakni prinsip relasi kesalingan yang penuh dengan semangat berkeadilan. Dan tentu, ini selaras dengan kondisi yang begitu diimpikan generasi z, generasi pasca milenial. []

Tags: Abu SyuqqahCendekiawan MuslimKesalingan
Thoah Jafar

Thoah Jafar

Pengasuh Ponpes KHAS Kempek Cirebon

Terkait Posts

Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Fiqh Al-Usrah

Fiqh Al-Usrah Menjembatani Teks Keislaman Klasik dan Realitas Kehidupan

28 Juni 2025
Sejarah Indonesia

Dari Androsentris ke Bisentris Histori: Membicarakan Sejarah Perempuan dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

27 Juni 2025
Humor Seksis

Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis

26 Juni 2025
Menjaga Ekosistem

Apa Kepentingan Kita Menjaga Ekosistem?

25 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID