• Login
  • Register
Sabtu, 19 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Kiai Imam Nakhe’i Jelaskan Urgensitas Perempuan Merebut Tafsir dalam Halaqah KUPI Regional Timur di Makassar

Imam Nakhe’i juga berbicara tentang bagaimana memberi tafsir berdasarkan pengalaman perempuan. Di mana, selama ini pengalaman perempuan selalu tidak dianggap serius

Ahmad Dirgahayu Hidayat Ahmad Dirgahayu Hidayat
18/09/2022
in Personal
0
Perempuan Merebut Tafsir

Perempuan Merebut Tafsir

339
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pada sabtu (17/09), Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) kembali mengadakan acara Halaqah Regional Timur yang bertempat di Makassar, tepatnya di Hotel Golden Tulip Essential. Kegiatan yang dilakukan dalam kurun waktu lima tahun sekali ini, adalah kegiatan pra Musyawarah Keagamaan KUPI, kali ini dalam rangka menyambut KUPI II yang bertempat di Semarang dan Jepara pada November mendatang.

Pertemuan pertama hari ini, kiai Imam Nakhe’i memberi sambutan dalam acara tersebut. Ia berbicara tentang urgensitas perempuan merebut tafsir yang selama ini digawangi para ulama laki-laki. Sebenarnya, ada banyak konsep dan contoh yang bisa kita sebutkan. Namun, dalam kesempatan tersebut, salah satu ulama perempuan asal Situbondo ini hanya membatasi dalam dua hal; (1) Tafsir ‘Arrijalu qawwamuna ‘ala an-nisa’ dan (2) Memberi tafsir berdasarkan pengalaman perempuan.

Tafsir yang Melemahkan Perempuan

Mengingat, hal terbesar yang selama ini terpendam dan tidak terungkap, sehingga tidak kita sadari adalah tafsir yang jelas-jelas memarginalkan perempuan namun terbungkus dogma agama yang kuat dan ketaatan terhadap teks-teks syariat atas tafsir para ulama laki-laki.

Problem inilah yang sangat tidak menguntungkan perempuan. Dan, di saat yang bersamaan memberi ruang selebar-lebarnya kepada laki-laki dalam menciptakan penipuan-penipuan publik untuk merampas hak-hak perempuan.

“Tafsir seperti ini berbahaya sekali, sangat berbahaya,” kata kiai Nakhe’i dalam sambutannya.

Ia menjelaskan pelbagai macam bahaya yang muncul karena tafsir kejam tersebut. Seperti tafsir ayat, Ar-Rijalu qawwamuna ‘ala an-nisa’. Terlepas bagaimana terjemah al-Qur’an yang Kementrian Agama terbitkan. Tetapi yang jelas, tafsir penggalan awal surah an-Nisa’ (34) selama ini semakin memperkuat posisi lelaki sebagai makhluk superior, dan memaksa perempuan sebagai makhluk inferior.

“Ayat ‘ar-rijalu qawwamuna ‘ala an-nisa’’ sebenarnya titik tekannya kepada laki-laki, tetapi mengapa setiap kali para tokoh agama atau laki-laki pada umumnya selalu menjadikan ayat ini untuk mengatur perempuan. Saat membaca ayat ini mereka mengatakan, ‘Berarti, perempuan harus ini, harus itu, dan seterusnya’,” jelas dosen Ma’had Aly Situbondo ini.

Baca Juga:

Inklusivitas yang Terbatas: Ketika Pikiran Ingin Membantu Tetapi Tubuh Membeku

Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

Menilik Peran KUPI Muda dalam Momen Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Pesan Nyai Alissa Wahid di Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Kiai Nakhe’i melanjutkan, “Seharusnya, saat membaca ayat ini (penggalan awal surah an-Nisa’ (34)) mereka tidak mengatakan, ‘Perempuan harus ini dan itu, tetapi laki-laki harus begini dan begitu’,” ucapnya dengan tegas.

Ulama Perempuan Merebut Tafsir

Bagi kiai Imam Nakhe’i, para ulama perempuan harus mampu merebut tafsir-tafsir yang selama ini kaum lelaki yang memonopoli. Jika tidak kita rebut segera, nasib perempuan semakin tidak karuan. Terkoyak budaya patriarki yang semakin meruncing.

Selain itu, Imam Nakhe’i juga berbicara tentang bagaimana memberi tafsir berdasarkan pengalaman perempuan. Di mana, selama ini pengalaman perempuan selalu tidak dianggap serius. Sebut saja kajian fikih haid. Kajian fikih haid dewasa ini kerap kali tidak melibatkan perempuan. Padahal, untuk menentukan mana darah haid, istihadah dan seberapa lama estimasinya, harus melibatkan mereka.

“Karena kemaslahatan hakiki harus dengan memadukan ayat qur’aniyah dan ayat kauniyah. Maka melibatkan mereka dalam bidang apa pun harus kita lakukan. Inilah yang kita kenal dengan pengalaman perempuan,” pungkas kiai Nakhe’i.

Jadi, baik dalam urusan kewanitaan, rumah tangga maupun peran publik, para perempuan harus kita libatkan. []

Tags: Kongres Ulama Perempuan IndonesiaKupiMenuju KUPI IIMerebut Tafsirulama perempuan
Ahmad Dirgahayu Hidayat

Ahmad Dirgahayu Hidayat

Ahmad Dirgahayu Hidayat, alumnus Ma’had Aly Situbondo, dan pendiri Komunitas Lingkar Ngaji Lesehan (Letih-Semangat Demi Hak Perempuan) di Lombok, NTB.

Terkait Posts

Penindasan Palestina

Refleksi tentang Solidaritas yang Tidak Netral dalam Menyikapi Penindasan Palestina

18 Juli 2025
Kehamilan Perempuan

Kehamilan Perempuan Bukan Kompetisi: Memeluk Setiap Perjalanan Tanpa Penghakiman

18 Juli 2025
eldest daughter syndrome

Fenomena Eldest Daughter Syndrome dalam Drakor When Life Gives You Tangerines, Mungkinkah Kamu Salah Satunya?

17 Juli 2025
Love Bombing

Love Bombing: Bentuk Nyata Ketimpangan dalam Sebuah Hubungan

16 Juli 2025
Disiplin

Ketika Disiplin Menyelamatkan Impian

15 Juli 2025
Inklusivitas

Inklusivitas yang Terbatas: Ketika Pikiran Ingin Membantu Tetapi Tubuh Membeku

15 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Penindasan Palestina

    Refleksi tentang Solidaritas yang Tidak Netral dalam Menyikapi Penindasan Palestina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Terakhir Nabi Saw: Perlakukanlah Istri dengan Baik, Mereka adalah Amanat Tuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aisyah: Perempuan dengan Julukan Rajulah Al-‘Arab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kehamilan Perempuan Bukan Kompetisi: Memeluk Setiap Perjalanan Tanpa Penghakiman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • COC: Panggung yang Mengafirmasi Kecerdasan Perempuan
  • Pesan Terakhir Nabi Saw: Perlakukanlah Istri dengan Baik, Mereka adalah Amanat Tuhan
  • Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an
  • Aisyah: Perempuan dengan Julukan Rajulah Al-‘Arab
  • Refleksi tentang Solidaritas yang Tidak Netral dalam Menyikapi Penindasan Palestina

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID