• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Mencegah Perundungan di Pesantren

Pola pengasuhan santri sudah tidak lagi efektif menggunakan kekerasan fisik. Pengasuh juga mesti sering mengecek keberadaan para santri secara langsung

Mamang Haerudin Mamang Haerudin
02/03/2024
in Personal
0
Mencegah Perundungan di Pesantren

Mencegah Perundungan di Pesantren

822
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Mengerikan! Seorang santri meninggal dunia dengan kondisi babak belur sekujur badan setelah sebelumnya dirundung (dibully) oleh sesama santri yang menjadi teman-temannya. Mengapa perundungan mematikan itu justru terjadi di Pesantren? Dan bagaimana kita bisa mencegah perundungan di pesantren?

Lembaga pendidikan yang nota bene mengajarkan keluhuran ilmu dan akhlak. Percaya atau tidak, tapi itulah faktanya. Sebagai orang yang juga pernah menjadi santri yang belajar dan mukim di Pesantren, perilaku perundungan sangat mungkin terjadi.

Dewasa ini perkembangan Pesantren begitu pesat. Mulai dari Pesantren yang kumuh dan minim fasilitas sampai Pesantren yang megah dan full fasilitas. Pesantren yang tidak menarik iuran kepada santrinya sama sekali, sampai Pesantren yang biayanya mahal luar biasa.

Pesantren yang santrinya puluhan, sampai Pesantren yang ribuan bahkan puluhan ribu. Inilah perkembangan Pesantren yang kompleks yang mesti menjadi perhatian para pemangku kebijakan dan umumnya masyarakat.

Ragam Latar Belakang Santri

Sependek pengalaman saya, yang dulu pernah belajar dan mukim di Pesantren salaf (Pesantren yang konsen pada fikih dan ilmu alat dengan basis pembelajaran kitab kuning). Para santri berdatangan dari berbagai daerah, latar belakang dan karakter.

Baca Juga:

Menyemai Kasih Melalui Kitab Hadis Karya Kang Faqih

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

Tidak Ada Cinta Bagi Ali

Peran Pesantren dalam Kehidupan Kartini

Ada santri yang tidak bawa bekal sama sekali sampai santri yang serba ada, semuanya kita jumpai. Santri yang pendiam sampai santri yang petakilan dan bandel luar biasa. Bahkan hukuman cambuk, dijemur, diguyur air kotoran, dicukur sembarangan, dll, sama sekali tidak membuatnya jera.

Lebih daripada itu, selain menjadi santri, saya pernah menjadi pengurus Pesantren yang tugasnya mengawasi para santri. Pernah memarahi santri, menghukumnya dengan cambuk, gundul sembarangan dan lain sebagainya. Lalu, sebetulnya dari mana perundungan itu bermula?

Biasanya bermula dari kerumunan para santri yang tengah asyik bercanda bahkan sampai keterlaluan. Ejek-ejekan dengan sebutan nama yang tidak patut, ejek-ejekan orang tua, dst, sampai kemudian langgeng menjadi bulan-bulanan. Tidak jarang juga bermula dari perilaku ghashab (meminjam barang tanpa izin pemiliknya), apakah karena santri tersebut kita anggap pelit atau alasannya lainnya.

Bagaimana Mendeteksi Perundungan?

Dulu saat masih di Pesantren memang hampir tidak pernah merasa bahwa perundungan itu sesuatu yang membahayakan. Saya dan teman-teman di Pesantren hampir selalu menganggapnya sebagai guyonan dan humor saja.

Sangat sulit mendeteksi mana yang asli guyonan dan mana yang mengarah pada perundungan. Bagi santri, aktivitas guyon dan “gasakan” adalah cara lain untuk menghibur diri setelah penat dengan menumpuknya aktivitas di sekolah formal dan pengajian di Pesantren.

Dulu, saya hanya punya semacam kebijakan yang saya anggap diperlukan mendesak tetapi tidak pengasuh izinkan. Misalnya saya terpaksa membuat aturan sendiri atas kesepakatan para santri komplek soal kebolehan membawa hand phone, itu pun dengan syarat yang ketat, hanya boleh mereka pakai manakala di sekolah formal.

Dan segera mereka kembalikan ke kepala komplek setelah kembali ke Pesantren untuk dikumpulkan dan diberikan keesokan harinya lagi dan demikian seterusnya.

Waktu itu juga saya terpaksa membolehkan para santri untuk bermain play station. Yakni salah satu pelanggaran berat yang telah Pesantren tetapkan. Itu pun lagi-lagi saya bolehkan dengan konsekuensi apabila ketahuan, untuk tidak membangkang kalau kemudian langsung kami hukum. Termasuk mengajak para santri sebulan sekali untuk semacam liburan atau rekreasi alam.

Pola Pengasuhan dan Pengawasan

Sulit sekali saya pikir untuk bagaimana mencegah praktik perundungan di Pesantren. Untuk sekadar upaya mencegahnya tentu peran pengasuh sangat sentral. Pola pengasuhan santri dewasa ini sudah tidak lagi efektif menggunakan kekerasan fisik. Pengasuh juga mesti sering-sering mengecek keberadaan para santri secara langsung.

Para pengurus atau dewan asatidz juga demikian, agar konsep pengawasan santrinya diperkuat kemampuan dan wawasannya. Sungguh menjadi pengurus Pesantren itu berat luar biasa, mereka harus mengurusi diri sendiri sekaligus para santri yang jumlahnya tidak sedikit. Sementara di saat yang sama para pengurus tidak menerima upah.

Pola pengasuhan dan pengawasan santri dewasa ini mesti kreatif. Tingkat kebosanan para santri di Pesantren sangat mungkin dirasakan mengingat jadwal belajar yang sangat padat. Oleh karena itu aktivitas berkebun, belajar wirausaha, keterampilan, olahraga, rekreasi, curhat santri, dan lain sebagainya sangat mereka butuhkan.

Ala kulli hal, saya sangat berduka atas meninggalnya santri yang dirundung secara membabi-buta. Semoga ia mendapat kebaikan dari Allah. Dan kasus ini menjadi pelajaran bagi Pesantren-pesantren di seluruh Indonesia. Wallahu a’lam. []

Tags: Kasus BullyingLembaga PendidikanperundunganpesantrenSantri
Mamang Haerudin

Mamang Haerudin

Penulis, Pengurus LDNU, Dai Cahaya Hati RCTV, Founder Al-Insaaniyyah Center & literasi

Terkait Posts

Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Humor Seksis

Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis

26 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Kekerasan Seksual Bisa Dicegah Kalau Islam dan Freud Ngobrol Bareng

26 Juni 2025
Menemani Laki-laki dari Nol

Bagaimana Mubadalah Memandang Fenomena Perempuan yang Menemani Laki-laki dari Nol?

25 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID