Mubadalah.id – Dalam membangun pondasi kesetaraan dan keadilan gender kerap kali kita dihadapkan oleh banyak wacana teks keagamaan yang bias gender. (Baca: Menggugat Bias Gender dalam Virtual Reality)
Teks keagamaan yang bias gender ini, kerap kali menjadi alat bagi sebagian orang yang tidak bertanggungjawab untuk mendiskreditkan para perempuan. (Baca: Nyai Afwah Mumtazah Jelaskan Potongan Hadis Perempuan Kurang Akal dan Kurang Agama)
Artinya, para perempuan hingga saat ini masih terus terbelenggu dalam rantai diskriminasi, marjinalisasi dan ketidakadilan, akibat penafsiran teks keagamaan yang salah atau hanya terpaku pada teks (tekstualis). (Baca: Diskriminasi Perempuan Atas Nama Agama)
Oleh sebab itu, dengan masih maraknya wacana-wacana keagamaan yang bias gender, maka para salingers diharapkan untuk berhati-hati, pasalnya wacana tersebut masih banyak menjamur di lingkungan sekitar kita.
7 Wacana Bias Gender
Berikut, mubadalah.id telah merangkum tujuh wacana bias gender yang harus benar-benar diperhatikan. Tujuh wacana bias gender ini dikutip di dalam buku Islam Agama Ramah Perempuan karya KH. Husein Muhammad. (Baca: Bekerja dan Relasi Seksual Menurut Kiai Husein Muhammad)
1. Tipe Istri yang Shalihah
Wajib bagi seorang istri untuk senantiasa menunduk malu di hadapan suaminya, tidak hanya melawan menundukkan pandangan matanya, patuh kepada perintah suami, diam ketika suami sedang bicara, berdiri ketika ia datang (pulang) dan ketika pergi, memperlihatkan rasa cinta dan kegembiraan kepadanya, menawarkan dirinya ketika akan tidur, menebarkan keharuman tubuhnya, membersihkan mulutnya. (Baca: Menjadi Istri Shalihah dengan Tetap Berkarya)
2. Istri Wajib Menyerahkan Tubuhnya kepada Suami
Seorang istri tidak boleh menolak memberikan tubuhnya kepada suami, meski sedang berada di atas punggung unta. (Baca: Melayani Seks di Atas Punggung Unta)
Kalaupun seorang istri telah menghabiskan malamnya untuk ibadah dan siangnya untuk puasa, tetapi ketika suami mengajaknya ke tempat tidur, istri terlambat memenuhinya, maka ia akan diseret, dibelenggu, dan dikumpulkan bersama para setan, lalu dimasukkan ke dalam neraka yang paling dalam. (Baca: Geetha, Bukti Perempuan Nggak Hanya Berkutat di Sumur, Dapur dan Kasur!)
3. Tugas Istri: Urusan Domestik
Urusan tamu, semua urusan politik, sosial kemasyarakatan, dan ekonomi adalah urusan-urusan Anda (laki-laki). Anda berhak tidak memperkenankan ia (perempuan) untuk ikut campur di dalamnya, kecuali sekadar yang dibutuhkan. (Baca: Islam Berikan Apresiasi Suami Istri yang Bekerja di Ruang Domestik)
Sementara, urusan kamar, dapur, dan urusan kamar yang lain, serta kerumahtanggaan adalah urusan khusus perempuan. Ia berhak menolak campur tangan Anda (laki-laki), kecuali sekadar yang diperlukan.
4. Istri Dilarang Keluar Rumah, Kecuali dengan Izin Suami
Seorang istri tidak boleh keluar rumah tanpa izin suaminya. Jika memaksakan diri keluar, maka ia akan dilaknat oleh para malaikat langit dan bumi, malaikat pemberi rahmat, dan malaikat penyiksa, kecuali jika ia bertaubat, meskipun suami melarangnya tanpa alasan yang benar (dengan zhalim). (Baca: Benarkah Perempuan Dilarang Keluar Rumah?)
5, Suami Boleh Memukul Istri
Suami boleh memukul istrinya karena menolak berhias, menolak diajak tidur, keluar rumah tanpa izin suami, membuka wajahnya di hadapan laki-laki bukan mahram atau bercakap-cakap dengannya. (Baca: Benarkah Suami Memukul Istri adalah Aib yang Harus Ditutupi?)
6. Kerelaan Tuhan Tergantung pada Kerelaan Suami terhadap Istrinya
Tubuh tidak akan menerima shalat dan puasa seorang istri yang membuat marah suami sampai ia bertaubat dan kembali (berbaik hati kepada suami). (Baca: Akhlak Suami dalam Memuliakan Ibu dan Istri)
Salah satu tanda kerelaan (ridha) Tuhan kepada seorang perempuan adalah jika suami ridha kepadanya. (Baca: Wajibkah Istri Taat Suami Saat Haknya Tak Terpenuhi?)
7. Poligami sebagai Ketetapan Agama
Sepanjang ada pernikahan, maka talak akan tetap ada, demikian juga poligami. Ia akan tetap ada sepanjang kehidupan masih berlangsung. Tetapi, keduanya harus berdasarkan syarat-syarat tertentu. (Baca: Poligami Harus Dilarang, Begini Penjelasan Nasr Hamid Abu Zayd)
Atas dasar demikian, kaum perempuan perlu memahami dua ketentuan agama ini. Meyakini dua hal ini adalah bagian dari muhkamatud din (ketentuan agama) dan mengingkarinya dapat merusak aqidah (keimanan). (Rul)