Mubadalah.id – Kemajuan teknologi di zaman saat ini menyebabkan perkembangan peralatan elektronik semakin pesat dan cepat. Berbagai seri dan tipe mereka tawarkan dengan membawa keunggulan dan kecanggihan yang menggiurkan, bukan hanya sebatas telepon seluler dan laptop, bahkan peralatan dapur pun mulai dari rice cooker, kulkas, dll kini berlomba menjadi yang terbaik dan tercanggih. Akibatnya tanpa sadar telah berkontribusi dalam menambah jumlah sampah elektronik atau biasa kita sebut E Waste.
Sebagai manusia modern yang dalam keseharian tak terlepas dari bantuan alat elektronik, pembaruan peralatan elektronik yang begitu dinamis tentunya menarik untuk diikuti apalagi ketika teknologi yang kita bawa menawarkan keuntungan yang dirasa sangat memudahkan kehidupan. Benarkah kebiasaan tersebut bisa menjadi masalah?
E Waste atau sampah elektronik adalah istilah untuk barang elektronik yang sudah tidak terpakai dan terbuang begitu saja. Alasannya rusak atau sudah ketinggalan zaman, telepon genggam misalnya. Banyak dari masyarakat Indonesia yang belum menyadari bahwa kebiasaan ini merupakan hal seharusnya ditinggalkan sebab dapat menimbulkan banyak bahaya.
Mengapa E Waste Berbahaya?
Berdasarkan data statistik, Indonesia masuk ke daftar 10 besar negara penghasil limbah elektronik terbanyak di dunia di tahun 2016 dengan produksi limbah mencapai 1,3 juta ton, sedangkan China menempati peringkat pertama dengan produksi limbah elektronik sebesar 7,2 juta ton. Mengapa E Waste menjadi berbahaya?
Berdasarkan PP RI No. 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik, barang elektronik yang tidak kita gunakan lagi termasuk dalam sampah yang mengandung B3. Limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) merupakan limbah yang mengandung zat berbahaya yang berpotensi merusak ekosistem lingkungan dan mengkontaminasi tubuh manusia, sehingga tidak bisa kita buang dan kelola sembarangan.
Beberapa zat berbahaya tersebut di antaranya yaitu mercury dan palladium yang beracun. Penggiat lingkungan muda dan inisiator dropzone E-Waste, Rafa Jafar memaparkan bahaya dari komponen-komponen E-Waste. Berdasarkan tulisannya diketahui bahwa logam merkuri dapat meracuni manusia, merusak sistem saraf otak, serta dapat menyebabkan cacat bawaan.
Kemudian kandungan yang lain seperti timbal, dapat mengganggu sistem peredaran darah, ginjal, perkembangan otak anak dan juga merusak sistem saraf. Bahkan di lingkungan, timbal juga dapat meracuni tanaman, hewan, dan mikroorganisme.
Selanjutnya, kromium dapat terserap ke dalam sel sehingga mengakibatkan berbagai efek racun, alergi dan kerusakan DNA. Kadmium juga menjadi salah satu yang terdapat dalam sampah elektronik atau E-Waste. Logam ini bisa merusak ginjal karena masuk ke tubuh melalui respirasi dan makanan. Lalu bagaimana kita menanggulanginya?
Upaya Mengatasi E Waste
Pertama dan yang paling utama dalam menanggulangi E Waste adalah dengan merubah gaya hidup mulai dari diri sendiri. Tidak dapat kita pungkiri memang jika perusahaan-perusahaan alat elektronik semakin gencar, dan semakin sering mengeluarkan inovasi produk mereka yang selalu saja terasa menarik untuk kita beli.
Namun, perlu kita ingat bahwa tidak semua yang terbaru tersebut perlu kita miliki selama barang lama yang kita punya masih dapat berfungsi dengan baik dan masih mampu menunjang kebutuhan pekerjaan. Jangan sampai kita tergiur untuk membeli barang-barang elektronik terbaru hanya untuk memenuhi gengsi. Apalagi jika sebenarnya teknologi terbaru itupun tidak terlalu kita butuhkan dalam keseharian. Maka tindakan seperti itu hanyalah pemborosan yang berujung pada perilaku konsumtif.
Oleh sebab itu, usahakan untuk membeli barang elektronik yang memang sudah terpercaya akan kinerja dan awet dalam kualitasnya, agar tidak mudah rusak dan menyebabkan penumpukan E Waste. Pastikan pula barang elektronik yang kita beli merupakan barang yang benar-benar kita inginkan dan butuhkan. Supaya dalam pemakaiannya penuh kehati-hatian dan rasa tanggung jawab untuk menjaganya.
Dropzone E Waste
Selain itu, saat ini sudah semakin marak adanya Dropzone E Waste di beberapa kota besar. Seperti yang Ketua Yayasan Peduli Sampah Elektronik Indonesia Farah Diba dan Rafa Jafar lakukan di 13 kota Indonesia. Termasuk Jakarta, Depok, Bogor, Surabaya, Bekasi, Yogyakarta, Salatiga, Tuban, Palembang dan Makassar. Dropzone ini merupakan tempat untuk menampung sampah elektronik yang berukuran kecil, seperti ponsel, kabel, charger, baterai, mikrofon, dll.
Sementara itu, untuk sampah elektronik yang berukuran besar, seperti televisi, kulkas, komputer, atau yang lainnya tersedia juga layanan jemput sampah elektronik yang dapatkita ihubungi. E Waste ini perlu kita kelola dengan baik. Karena selain mengandung sampah B3, pengelolaan yang baik memungkinkan untuk terambilnya kandungan berharga dalam E Waste, seperti emas (gold), plastik, tembaga (copper), alumunium, besi (iron), palladium, dan perak (silver) yang dapat kita manfaatkan kembali (re-use).
Alangkah baiknya pula ketika mengganti barang elektronik baru. Maka barang elektronik lama yang masih bisa terpakai dapat kita sumbangkan untuk sekitar yang membutuhkan. Dari pada kita buang begitu saja. Mengingat belum semua masyarakat Indonesia memiliki kesejahteraan hidup yang cukup untuk memenuhi kebutuhan akan barang-barang elektronik. []