• Login
  • Register
Sabtu, 26 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Salahkah Memilih Childfree?

Bagi saya yang hidup di tengah keluarga besar yang terbiasa untuk memiliki anak banyak, memilih childfree sendiri merupakan sebuah solusi untuk mengurangi potensi terlantarnya anak di jalanan dan panti asuhan

Firda Rodliyah Firda Rodliyah
24/03/2023
in Personal
0
Memilih Childfree

Memilih Childfree

815
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pembahasan mengenai childfree meninggalkan beberapa pertanyaan bagi saya. Apakah memiliki anak merupakan rukun agama? Apakah tidak memiliki anak merupakan sebuah dosa? Pertanyaan ini sempat menggaung di pikiran saya ketika melihat kehebohan konten-konten di media sosial yang kembali membahas tentang ketidaksetujuan mereka terkait childfree. Saya kira pembahasan ini sudah selesai, sudah lama dibahas, dan tidak perlu kita perdebatkan lagi.

Bagi saya yang hidup di tengah keluarga besar yang terbiasa untuk memiliki anak banyak, memilih childfree sendiri merupakan sebuah solusi untuk mengurangi potensi terlantarnya anak di jalanan dan panti asuhan. Pilihan menjadi childfree ini sendiri bisa menjadi sebuah jawaban yang bisa kita pertimbangkan di tengah masyarakat yang terbiasa memiliki banyak anak.

Di keluarga saya, kakek dan nenek saya telah telah memiliki 20 anak semasa hidupnya, sehingga saya terlahir dalam keluarga yang sangat besar. Beberapa saudara lain pun memiliki anak lebih dari lima dengan kondisi ekonomi yang bisa kita bilang pas-pasan. Mengapa mereka berani memiliki banyak anak dengan kondisi seperti itu?

Barangkali mereka berpikir bahwa banyak anak akan mendatangkan banyak rezeki, atau dengan memiliki banyak anak akan banyak yang mendoakan. Tapi bukankah tiap-tiap anak juga harus kita perhatikan segalanya sejak dalam kandungan hingga dewasa? Jika memiliki banyak anak tapi malah kita terlantarkan, dibiarkan, atau bahkan mendapatkan pendidikan yang kurang, bukankah sama dengan menzalimi titipan Tuhan?

Penolakan terhadap Childfree

Berbagai pertanyaan seringkali terlintas di benak saya, apalagi setelah membaca ratusan komentar netizen yang menolak childfree. Yang saya pikirkan saat itu adalah, bukankah mereka tidak ikut punya rahim? Mengapa mereka seolah memiliki hak ikut campur mengatur rahim perempuan untuk harus melahirkan? Tidak hanya laki-laki, bahkan sesama perempuan pun ikut adu nasib atas permasalahan childfree yang tidak perlu kita permasalahkan.

Baca Juga:

Mengapa PRT Selalu Diidentikkan dengan Perempuan?

Tubuh, Cinta, dan Kebebasan: Membaca Simone de Beauvoir Bersama Rumi dan al-Hallaj

Tangan Kuat Perempuan dalam Dunia Kerja

Anak Bukan Milik Orang Tua

Tiap orang pada dasarnya memiliki hak penuh atas tubuh yang ia miliki, tanpa harus mengikuti kehendak orang lain. Perempuan mempunyai hak untuk mendapatkan ruang aman atas diri sebagai warga negara. Hal ini telah tersampaikan secara jelas dalam UUD 1945 pasal 27-28, bahwa tiap warga negara mempunyai hak memiliki pribadi, hak untuk hidup, hak untuk tidak tersiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, serta hak untuk tidak diperbudak.

Namun pada nyatanya, perempuan tidak dapat memiliki hak sepenuhnya atas tubuh sendiri. Karena adanya pihak lain yang merasa berhak untuk mengatur tubuh dan kehidupan perempuan. Harusnya berdasarkan UUD 1945 sudah jelas, bahwa memilih untuk menjadi childfree merupakan subyektivitas yang tidak perlu kita tentang. Jika tidak suka, itu menjadi urusan pribadi untuk tidak mengikuti. Jika suka dan termotivasi, itupun juga merupakan hak pribadi masing-masing yang tidak bisa kita tentang.

Tak Ingin Punya Anak, Bukanlah Masalah

Guru Kami, Dewi Candraningrum, dalam berbagai kuliah formal dan informal beberapa kali menyatakan bahwa bumi kita sudah terlalu rapuh untuk terus-menerus terbebani dengan banyak keturunan. Sebagai seorang ekofeminis, beliau berkeyakinan bahwa memilih tidak memiliki anak bukanlah hal yang perlu kita permasalahkan. Ketika pasokan makanan makin menipis, daerah serapan semakin menyempit, dan kondisi alam semakin memburuk. Sedangkan manusia makin hari selalu bertambah populasi, maka ini adalah masalah yang harusnya kita tanggulangi.

Selain itu, permasalahan terkait penelantaran anak juga perlu untuk kita perhatikan bersama. Sudah berapa puluh ribu anak harus menjadi korban penelantaran orang tuanya sendiri. Bayangkan saja! Tahun 2020 lalu, Dashboard Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) SIKS-NG telah mencatat sebanyak 67.368 anak per-15 Desember 2020 harus kehilangan haknya untuk tumbuh dan berkembang dalam pengasuhan yang baik. Mereka terbuang, tidak diberi perawatan, kasih sayang, binaan, bahkan perlindungan dari orang tua, wali, maupun pengasuhnya.

Pilihan Menjadi Childfree

Sebenarnya permasalahan ini bisa kita bilang kompleks. Sehingga pilihan seseorang untuk childfree tidak bisa sekedar kita pandang sebelah mata saja. Perlu adanya pertimbangan dalam melihat aspek-aspek implisit di antara pasangan suami istri. Barangkali di antara keduanya belum memiliki kesiapan secara ekonomi, mempunyai trauma, atau pertimbangan lainnya, sehingga tidak ingin melahirkan anak dalam kondisi yang tidak ideal.

Dalam konteks childfree bukan sebagai pilihan, mungkin saja ada kondisi tertentu yang membahayakan yang tidak bisa ia publikasikan, sehingga hal tersebut akan membuat jiwa ibu dan calon anak akan terancam. Atau bisa saja mereka berkeinginan untuk turut berkontribusi dalam mengurangi jumlah anak terlantar di Indonesia atau hal baik lainnya.

Inilah yang tidak terpakai dalam sudut pandang masyarakat secara umum. Mereka yang hanya bisa mengolok, membawa hukum-hukum agama, menyudutkan, tidak sadar bahwa dia bisa dianggap sebagai penjahat tubuh dan masa depan. Lagi-lagi yang perlu kita tegaskan adalah tiap orang memiliki hak atas diri, tubuh, dan masa depannya. Setiap orang berhak hidup dengan pilihannya sendiri, tanpa harus kita paksa atau terintimidasi pihak manapun. Bukankan kita semua sudah merdeka? []

 

Tags: anakChildfreeHak Kesehatan Reproduksikeluargaorang tuaperempuan
Firda Rodliyah

Firda Rodliyah

Anggota Puan Menulis

Terkait Posts

Fomo Trend S-Line

Mari Membahas Bersama Fomo Trend S-Line

26 Juli 2025
Menikmati Proses

Pentingnya Menikmati Proses, Karena yang Instan Sering Mengecewakan

26 Juli 2025
Menemukan Arah Hidup

Rewire Otakmu dengan Secarik Kertas: Cara Sederhana untuk Menemukan Arah Hidup yang Hilang

25 Juli 2025
Simone de Beauvoir

Tubuh, Cinta, dan Kebebasan: Membaca Simone de Beauvoir Bersama Rumi dan al-Hallaj

25 Juli 2025
Zina

Mengapa Zina dilarang Agama?

23 Juli 2025
low maintenance friendship

Low Maintenance Friendship: Seni Bersahabat dengan Sehat, Bahagia, dan Setara

21 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Ikrar Kesetiaan KUPI

    Ketika Wisudawan Ma’had Aly Kebon Jambu Membaca Ikrar Kesetiaan KUPI, Bikin Merinding!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Menikmati Proses, Karena yang Instan Sering Mengecewakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • PRT Juga Manusia, Layak Diperlakukan dengan Baik dan Bermartabat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • PRT Bukan Budak: Hentikan Perlakuan yang Merendahkan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Disabilitas Netra dan Ironi Aksesibilitas Ruang Publik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Upah: Hak Pekerja, Kewajiban Majikan
  • Mari Membahas Bersama Fomo Trend S-Line
  • Mengapa PRT Selalu Diidentikkan dengan Perempuan?
  • Disabilitas Netra dan Ironi Aksesibilitas Ruang Publik
  • PRT Bukan Budak: Hentikan Perlakuan yang Merendahkan

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID