Mubadalah.id – Bangsa Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehari setelahnya, tepat pada tanggal 18 Agustus 1945 secara sah dan resmi Republik Indonesia memiliki dasar negara, yaitu Pancasila yang disahkan bersamaan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945. Adapun perumusan keduanya telah dilakukan sejak masa penjajahan Jepang masih berkuasa.
Pancasila secara etimologis berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua suku kata panca dan syila, bermakna lima aturan tingkah laku yang penting. Istilah ini lahir pada saat Ir. Soekarno berpidato pada sidang pertama BPUPKI, 1 Juni 1945.
Pada 22 Juni 1945, Pancasila disusun sehingga menjadi Piagam Jakarta, dan disahkan sebagai Pembukaan UUD 1945 dengan menghapus tujuh kata sila pertama di dalamnya, yakni ‘……….. dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya’ yang sudah tercakup dalam kata Ketuhanan.
Pancasila sebagai dasar negara dijadikan landasan dan pedoman dalam melaksanakan jalannya penyelenggaraan negara. Sebagai ideologi bangsa, mempertahankan Pancasila menjadi tantangan tersendiri bagi para pendiri dan pejuang negara Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S), sebuah tregedi yang bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Sukarno dan mengubah Indonesia dan negara berdasarkan Pancasila menjadi negara komunis.
Polemik ini terjadi juga pada tahun 1982/1983 saat Pancasila harus dijadikan sebagai asas organisasi politik dan organisasi masyarakat. Ketentuan ini dibuat karena ada kekhawatiran akan adanya upaya ormas atau parpol Islam untuk memperjuangkan negara Islam.
Dalam menanggapi hal ini, Nahdlatul Ulama selaku ormas Islam menyelenggarakan Musyawaran Nasional Alim Ulama NU yang diselenggarakan pada bulan Desember Tahun 1983 di Pesantren Sukorejo, Situbondo. Tertanggal 21 Desember 1983 inilah munas NU memutuskan untuk menerima Pancasila dan memulihkan NU menjadi organisasi keagamaan sesuai Khittah 1926.
Keputusan ini dikukuhkan pada Muktamar NU XXVII, Desember 1984. NU adalah ormas Islam pertama yang menerima asas Pancasila, lalu disusul Muhammadiyah menerimanya setelah terbit UU No. 8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Tak berhenti disini, Pancasila sebagai ideologi negara juga akhir-akhir ini mulai terusik dengan adanya gerakan-gerakan Islam transnasional yang pada umumnya memiliki ciri-ciri ideologi yang tidak lagi bertumpu pada konsep kenegaraan (state-nation). Gerakan ini juga didominasi oleh corak pemikiran skripturalis fundamentalisme atau radikal dan terkadang secara parsial mengadaptasi gagasan dan instrumen modern.
Gerakan Islam transnasional ini ingin menjadikan Islam sebagai ideologi negara dan menjadikan Indonesia sebagai negara Islam. Namun jika melihat lebih jauh makna-makna dari Pancasila, sebenarnya sudah sejalan dengan ajaran-ajaran Islam. Hal ini sudah dipelopori oleh para alim ulama Nahdlatul Ulama pada saat deklarasi tentang hubungan pancasila dengan Islam pada tahun 1983 silam.
Dalam kaitannya dengan tujuan pemberlakuan hukum Islam, sebenarnya sila-sila dalam Pancasila memiliki relevansi terhadapnya. Konsep lima maqashid as-syariah Imam as-Syatibi yang terdiri dari memelihara agama (hifdz al-din), memelihara jiwa (hifdz al-nafs), memelihara akal (hifdz al-aql), memelihara keturunan/kelangsungan (hifdz al-nasl), dan memelihara benda (hifdz al-mal).
Para pendiri bangsa telah menitipkan Pancasila bernafaskan maqashid as-syariah. Hal tersebut bisa dirincikan satu persatu bahwa sila ketuhanan Yang Maha Esa sesuai dengan prinsip pemeliharaan agama (hifdz ad-din). Pemeliharaan jiwa (hifdz al-nafs) juga sejalan dengan sila kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sila persatuan Indonesia juga sejalan dengan prinsip pemeliharaan kelangsungan (hifdz an-Nasl). Pemeliharaan akal (hifdz al-‘aql) diwujudkan dalam sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaran perwakilan. Begitupun dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sesuai dengan prinsip pemeliharaan harta benda (hifdz maal).
Dari hal-hal tersebut, maka sudah seharusnya para pemimpin dan rakyat Indonesia serta merta menjaga pancasila sebagai Ideologi negara dan falsafah bangsa, yang pada dasarnya sejalan dengan nafas Islam dan prinsip-prinsip pemberlakuan syariah (maqashid syariah). Maka tepat pada momen kesaktian Pancasila ini, marilah bersama-sama merenungkan kembali perjuangan para Bapak Bangsa yang telah memperjuangkan berdirinya negara Indonesia. []