Mubadalah.id – Seringkali kita mendengar istilah ibu harus berpendidikan dan cerdas karena ibu madrasah pertama bagi anak-anaknya. Ini sering kita kenal juga dengan frasa “Al-Ummu Madrasatul Ula”. Keberadaan frasa ini tak jarang justru mengecoh pandangan umat Islam mengenai posisi perempuan dalam relasi rumah tangga.
Istilah Al-Ummu Madrasatul Ula seakan menjadi landasan untuk mewajarkan jika hal mendidik anak adalah tugas ibu atau perempuan semata. Selain itu, sisi negatif lain dari adanya frasa ini, yaitu adalah menyempitkan makna pendidikan bagi perempuan. Seakan, perempuan hanya boleh berpendidikan sekadar agar menjadi ibu yang baik, tidak untuk tujuan lainnya.
Jika menilik pada hadits Rasulullah SAW, kewajiban dan hak menuntut ilmu adalah untuk semua umat manusia baik laki-laki maupun perempuan.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: “طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ (سنن ابن ماجه).
Dari Anas bin Malik ra, berkata: Bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Belajar mencari ilmu itu kewajiban setiap muslim (laki-laki maupun perempuan)”. (HR Ibnu Majah).
Lalu, bagaimana sebenarnya ulama memandang istilah ini yang sudah tidak asing di kalangan umat Islam sendiri?
Pandangan Ulama
Dr. Faqihuddin Abdul Kodir, dalam artikel Kolom Kang Faqih: Memahami Frasa “Al-Ummu Madrasatul Ula” yang dipublikasikan dalam laman kitaB.com. Ia mengungkapkan jika frasa tersebut hanya dapat kita pahami sebagai pentingnya anak-anak untuk memiliki lingkungan keluarga yang sehat.
“Ungkapan perempuan adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Jikapun diterima, lebih tepat dipahami sebagai pentingnya anak-anak memliki lingkungan belajar yang kondusif sejak dari rumah. Madrasah di sini artinya adalah lingkungan, dan perempuan di sini hanya contoh saja,” Ungkapnya.
Lebih Lanjut, Kang Faqih juga menuturkan jika menjadi ibu yang mendidik anak-anaknya memang sebuah peran yang mulia dan merupakan bentuk ibadah. Namun, ini bukan berarti mendidik anak adalah peran satu-satunya bagi perempuan sebagai seorang manusia. Di mana perempuan juga pemimpin di muka bumi ini, sama seperti laki-laki. Lebih penting lagi, peran untuk mendidik anak bukanlah menjadi tugas perempuan semata.
Posisi Perempuan dalam Relasi Rumah Tangga yang Mubadalah
Adanya anggapan, istilah, atau frasa yang mendorong pemahaman jika pendidikan anak-anak hanya menjadi tanggung jawab ibunya saja tentu tidak mecerminkan prinsip mubadalah atau kesalingan.
Untuk mewujudkan kesalingan dalam rumah tangga itu sendiri, istilah semacam “Al-Ummu Madrasatul Ula” lebih baik kita tafsirkan sebagai kewajiban kedua orang tua, baik ayah maupun ibu, baik suami atau istri, baik laki-laki maupun perempuan untuk bertanggung jawab dalam proses mendidik anak-anak mereka dan menyediakan lingkungan yang kondusif untuk perkembangannya.
Seperti yang Zahra Amin sampaikan, editor dari media Mubadalah.id, laki-laki dan perempuan di muka bumi ini merupakan sama-sama hamba Allah sehingga sudah semestinya relasi yang ada di antara mereka itu setara.
“Kita adalah sesama hamba, tidak boleh saling menyembah. Artinya relasi suami dan istri adalah setara, berdasarkan potensi masing-masing. Begitu pula relasi pemerintah dan rakyat,” Ungkapnya dalam sesi penyampaian materi Mubadalah Goes to Community di UIN Walisongo Semarang (6/9).
Dengan begini, istilah ibu merupakan madrasah pertama anak-anaknya hanyalah sebatas kata mutiara. Karena sudah semestinya hak untuk menuntut ilmu bagi perempuan tidak sepantasnya dikotakkan hanya untuk menjadi madrasatul ula.
Perempuan juga merupakan makhluk merdeka yang berhak menentukan tujuan mereka dalam menuntut ilmu dan berpendidikan. Lagipula, istilah semacam “ibu sebagai madrasah pertama anaknya” juga mendorong pewajaran beban kerja domestik kepada perempuan.
Jika Nabi SAW saja tidak membedakan pendidikan hanya bagi laki-laki saja, lalu mengapa kita umat Nabi mengkotak-kotakkan tugas mendidik anak hanya pada ibunya? []