Senin, 27 Oktober 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

    Resolusi Jihad

    Resolusi Jihad Santri: Dari Angkat Senjata hingga Media Sosial

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: KUPI Tegaskan Semua Manusia Adalah Subjek Kehidupan, Termasuk Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    P2GP

    P2GP: Antara Agama, Tradisi, dan Kekeliruan yang Terus Diwariskan

    P2GP

    P2GP, Praktik yang Mengancam Nyawa Perempuan

    Pendekatan Holistik Disabilitas

    Pendekatan Holistik Disabilitas: Memandang Manusia dengan Hati, Bukan Kasihan

    Konflik Keluarga

    Menyelesaikan Konflik Keluarga dengan Prinsip Mu’asyarah Bil Ma’ruf

    Kesehatan Mental

    Menjaga Kesehatan Mental di Era Ketakutan Digital

    Akses bagi Penyandang Dsiabilitas

    Akses Bagi Penyandang Disabilitas: Bukan Kebaikan, Tapi Kewajiban!

    Santri Penjaga Peradaban

    Santri Penjaga Peradaban: Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Dunia yang Damai

    Perempuan dengan Disabilitas

    Diskriminasi Berlapis Perempuan dengan Disabilitas

    Krisis Iklim

    Krisis Iklim dan Krisis Iman Sebagai Keprihatinan Laudate Deum

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

    Resolusi Jihad

    Resolusi Jihad Santri: Dari Angkat Senjata hingga Media Sosial

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: KUPI Tegaskan Semua Manusia Adalah Subjek Kehidupan, Termasuk Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    P2GP

    P2GP: Antara Agama, Tradisi, dan Kekeliruan yang Terus Diwariskan

    P2GP

    P2GP, Praktik yang Mengancam Nyawa Perempuan

    Pendekatan Holistik Disabilitas

    Pendekatan Holistik Disabilitas: Memandang Manusia dengan Hati, Bukan Kasihan

    Konflik Keluarga

    Menyelesaikan Konflik Keluarga dengan Prinsip Mu’asyarah Bil Ma’ruf

    Kesehatan Mental

    Menjaga Kesehatan Mental di Era Ketakutan Digital

    Akses bagi Penyandang Dsiabilitas

    Akses Bagi Penyandang Disabilitas: Bukan Kebaikan, Tapi Kewajiban!

    Santri Penjaga Peradaban

    Santri Penjaga Peradaban: Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Dunia yang Damai

    Perempuan dengan Disabilitas

    Diskriminasi Berlapis Perempuan dengan Disabilitas

    Krisis Iklim

    Krisis Iklim dan Krisis Iman Sebagai Keprihatinan Laudate Deum

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Mengapa Perlindungan Anak Harus Dimulai dari Kesadaran Gender?

Kalau hari ini kita masih membatasi langkah anak perempuan atas nama cinta, mungkin cinta itu perlu kita pertanyakan ulang.

Nadhira Yahya Nadhira Yahya
23 Juli 2025
in Publik, Rekomendasi
0
Perlindungan Anak

Perlindungan Anak

1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Kenapa anak perempuan itu gak boleh ikut lari-lari sama anak laki-laki?”
“Karena nanti bajunya kotor. Kan perempuan harus sopan.”

Mubadalah.id – Kalimat ini bisa saja muncul di teras rumah, di taman bermain, atau bahkan di ruang kelas. Mungkin kamu sendiri pernah mendengarnya. Atau jangan-jangan, kamu yang mengucapkannya?

Kalau iya, kamu nggak sendirian kok.

Banyak dari kita tumbuh dengan kepercayaan bahwa menjaga berarti melarang, melindungi berarti mengatur. Kita begitu ingin anak-anak kita “aman”, sampai-sampai lupa bertanya. Aman menurut siapa? Dan siapa yang akhirnya kita korbankan atas nama sopan santun, kehormatan, atau citra keluarga ini?

Mari kita jujur sama diri sendiri. Kita sering bilang ingin melindungi anak perempuan, tapi bentuk perlindungan anak lebih mirip pagar: membatasi gerak, membungkam suara, mengarahkan hidup mereka ke jalur yang “lebih bisa diterima”. Yang penting rapi, diam, tidak bikin malu.

Padahal, kalau kita benar-benar sayang, bukankah seharusnya kita membuat dunia jadi lebih aman untuk mereka bergerak bebas? Bukan justru menyuruh mereka mengecilkan diri agar muat di dunia yang sempit ini?

Kita bisa mulai perlindungan anak dari hal yang sangat sederhana. Seperti kalimat di awal tadi. Sering kali yang kita anggap remeh, justru punya akar yang panjang. Karena cara kita memandang anak perempuan hari ini, akan membentuk cara mereka memandang diri sendiri di masa depan.

Dan jangan salah, yang dimaksud “perlindungan bias” itu bukan cuma hal besar seperti menikahkan anak di bawah umur. Tapi juga komentar santai seperti, “jangan ketawa kenceng, nanti dibilang genit,” atau “ngapain sih kamu main bola? Itu olahraga cowok.”

Sistem Nilai

Hal-hal semacam ini tidak berdiri sendiri. Ia terhubung dengan sistem nilai yang lebih besar, yang sejak dulu membentuk cara kita berpikir tentang siapa yang pantas bicara, siapa yang harus diam, siapa yang boleh terlihat, dan siapa yang hanya boleh menunggu di balik layar.

Mungkin kita belum menyadarinya, tapi anak perempuan hidup di dua lapis dunia. Yakni dunia anak, dan dunia perempuan. Bayangkan, dua-duanya sama-sama penuh tuntutan dan penghakiman. Mereka dianggap “belum cukup umur” untuk terdengar, tapi sekaligus dituntut untuk “tahu diri” sebagai perempuan. Miris sekali, bukan?

Kita bilang anak-anak harus terjaga, tapi cara jaganya adalah dengan membatasi mereka. Kita bilang ingin mendidik, tapi mendidiknya dengan cara membungkam keingintahuan. Lama-lama, mereka belajar untuk diam. Dan diam itu, kita sebut sebagai “perempuan baik-baik”.

Padahal Al-Qur’an pernah mengingatkan kita dengan sangat tegas:

“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, meskipun terhadap dirimu sendiri” (QS. An-Nisa: 135)

Ayat ini menyentil kita: kalau memang kita ingin adil, maka adil itu harus berani dimulai dari cara kita memperlakukan yang paling rentan. Termasuk anak-anak, terutama anak perempuan. Ingat: adil bukan berarti memperlakukan semua orang sama rata, tapi justru melihat siapa yang butuh lebih banyak ruang, lebih banyak perlindungan, dan lebih banyak keberpihakan.

Karena faktanya, tidak semua anak mengalami dunia dengan cara yang sama. Seorang anak perempuan dari keluarga miskin, dari daerah terpencil, dari komunitas adat, dari kelompok minoritas. Semuanya membawa kerentanan yang bertumpuk. Mereka tidak butuh nasihat yang merendahkan. Mereka butuh sistem yang paham di mana mereka berdiri.

Di Mana Ruang Aman Anak Perempuan?

Dan kita tidak bisa menutup mata dengan alasan “netral”. Netralitas sering kali jadi tameng untuk tidak berpihak. Padahal dalam dunia yang timpang, netralitas bisa jadi bentuk paling halus dari pembiaran.

Kamu mungkin bertanya, “Kalau begitu, harus berpihak ke siapa?”

Jawabannya: berpihaklah pada yang paling jarang kita beri ruang bicara. Pada anak-anak yang masih dicap “nakal” hanya karena bertanya. Atau anak perempuan yang dikata-katai hanya karena ingin main petak umpet sampai sore. Pada suara-suara yang dikecilkan karena dianggap terlalu ribut, terlalu cerewet, terlalu keras untuk ukuran “perempuan baik-baik”.

Kamu mungkin juga bertanya, “Apa gunanya semua ini?”

Gunanya? Agar kita tidak mengulang lingkaran luka yang sama ke generasi berikutnya. Agar anak-anak perempuan tidak tumbuh dengan perasaan bersalah hanya karena jadi diri mereka sendiri. Dan, agar mereka tahu: tubuh mereka bukan untuk kita atur, suara mereka bukan untuk terbungkam, dan mimpi mereka bukan untuk menyesuaikan dengan ekspektasi orang lain.

Malala Yousafzai bilang,
“We cannot all succeed when half of us are held back.”
Kalau separuh dari anak-anak kita terus disuruh diam, apa jadinya dunia ini lima puluh tahun ke depan? Masihkah kita bisa bicara soal kemajuan?

Dan sekarang, coba kamu lihat ke sekeliling. Rumahmu, sekolah anak-anakmu, komunitas tempat kamu tumbuh. Sudahkah ada perlindungan anak? Adakah ruang aman di sana? Sudahkah anak perempuan bisa bersuara tanpa takut kita nilai? Sudahkah kita berhenti mengatur hidup mereka dengan dalih “untuk kebaikanmu, Nak”?

Keberanian untuk Mengubah Dunia

Kalau jawabannya belum, itu bukan akhir dunia. Tapi itu bisa jadi titik awal. Titik di mana kamu memilih untuk tidak lagi diam, atau kamu memutuskan untuk mulai mendengar lebih banyak, mengatur lebih sedikit. Titik di mana kamu sadar bahwa perlindungan bukan soal melarang, tapi menciptakan dunia yang tidak perlu ditakuti.

Dan kamu tidak sendirian. Banyak dari kita sedang belajar bersama. Belajar untuk tak langsung menghakimi. Berhenti menyamakan suara keras dengan sikap tak sopan. Belajar untuk mengatakan pada anak perempuan: kamu boleh bicara, kamu boleh bermain, kamu boleh bermimpi sebesar langit.

Karena dunia yang adil untuk anak-anak tak akan hadir karena waktu berjalan. Ia hadir karena kita memilih untuk bangun, hari ini juga.

Di Hari Anak  Nasional ini, barangkali yang paling perlu kita rayakan bukanlah senyuman mereka, tapi keberanian kita mengubah dunia yang terlalu sempit untuk menampung mimpi-mimpi mereka. Kalau hari ini kita masih membatasi langkah anak perempuan atas nama cinta, mungkin cinta itu perlu kita pertanyakan ulang. Maka, merenunglah. []

Tags: Hak anakhari anak nasionalkesadaran genderparentingperlindungan anakRuang Aman
Nadhira Yahya

Nadhira Yahya

Gender Equality Enthusiast. Menyimak, menulis, menyuarakan perempuan.

Terkait Posts

Korban Kekerasan Seksual
Publik

Membela Korban Kekerasan Seksual Bukan Berarti Membenci Pelaku

14 Oktober 2025
Anak Difabel
Keluarga

Mendorong Pengasuhan Inklusi Untuk Anak Difabel

6 Oktober 2025
Queen Bee Syndrome
Personal

Queen Bee Syndrome: Ibu, Mertua, Menantu dan Luka yang Diwariskan

4 Oktober 2025
Perceraian
Buku

Ketika Perceraian Memerdekakan dan Bagaimana Menulis Menjadi Terapinya

27 September 2025
Menyusui
Hikmah

Menyusui dalam Fikih: Hak Anak atau Hak Ibu?

24 September 2025
Adil Gender
Pernak-pernik

Membangun Masa Depan yang Setara dengan Parenting Adil Gender

15 September 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Hj Hanifah Muyasaroh

    Ibu Nyai Hj Hanifah Muyasaroh, Teladan yang Membanggakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menyelesaikan Konflik Keluarga dengan Prinsip Mu’asyarah Bil Ma’ruf

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pendekatan Holistik Disabilitas: Memandang Manusia dengan Hati, Bukan Kasihan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • P2GP: Antara Agama, Tradisi, dan Kekeliruan yang Terus Diwariskan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • P2GP, Praktik yang Mengancam Nyawa Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • P2GP: Antara Agama, Tradisi, dan Kekeliruan yang Terus Diwariskan
  • P2GP, Praktik yang Mengancam Nyawa Perempuan
  • Pendekatan Holistik Disabilitas: Memandang Manusia dengan Hati, Bukan Kasihan
  • Ibu Nyai Hj Hanifah Muyasaroh, Teladan yang Membanggakan
  • Menyelesaikan Konflik Keluarga dengan Prinsip Mu’asyarah Bil Ma’ruf

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID