Mubadalah.id – Di dalam ajaran Islam, kata nafkah sendiri dengan berbagai turunan katanya disebut lebih dari 35 kali dalam al-Qur’an. Secara umum nafkah berarti membelanjakan harta untuk kebaikan.
Dalam berbagai ayat, Allah Swt memerintahkan orang-orang beriman untuk mengeluarkan nafkah (seperti QS. Al-Baqarah, 2: 254 dan 267).
Nafkah disebut sebagai aktifitas terpuji yang dilakukan orang-orang yang beriman selain aktifitas ritual seperti shalat (QS al-Baqarah, 2: 3; al-Anfal, 8: 3; al-Hajj, 22: 35; al-Qasas, 28: 54; as-Sajdah, 32: 16; dan asy-Syura, 42: 38).
Al-Qur’an menyebutkan bahwa sebaik-baik nafkah adalah yang mampu melakukan untuk memenuhi kebutuhan orang tua sendiri, kerabat terdekat, anak yatim, dan orang-orang miskin (QS. Al-Baqarah, 2: 215).
Allah Swt pasti melihat dan mencatat mereka yang mau mengeluarkan nafkah (QS. Al-Baqarah, 2: 270 dan at-Taubah, 9: 121), menjanjikan imbalan pengganti (QS. Saba, 34: 39), bahkan dengan imbalan yang jauh berlipat-lipat (QS. Al-Baqarah, 2: 261).
Dengan demikian, nafkah sebagai perintah Allah Swt kepada orang-orang beriman, sebagai sifat terpuji mereka, atau sebagai aktivitas yang akan Allah janjikan imbalan yang berlipat-lipat, adalah hanya kepada semua orang yang beriman kepada-Nya, laki-laki dan perempuan.
Dalil Al-Qur’an
Nafkah sebagai kewajiban laki-laki (suami), hanya disebut satu kali oleh al-Qur’an, dalam konteks perlindungan bagi perempuan yang dicerai, terutama ketika ia dalam keadaan hamil.
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآَتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى (6) لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آَتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آَتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا (7). (سورة الطلاق، 6-7)
“Tempatkanlah mereka (para isteri dicerai) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkah hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak kamu), maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan anak itu. Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang sempit rizkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang Allah berikan kepadanya. Kemudian Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan apa yang Allah berikan (kemampuan) kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan”. (QS. Ath-Thalaq, 65: 6-7). []