• Login
  • Register
Senin, 15 Agustus 2022
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Kitab Sittin ‘Adliyah dalam Pandangan Ulama Perempuan

Di penghujung kajian, baik Nyai Afwah maupun Nyai Muna memiliki harapan yang sama, yakni sosialisasi dan pengkajian Kitab Sittin ‘Adliyah agar lebih masif dilakukan, tidak hanya untuk santri perempuan namun juga untuk santri laki-laki.

Sulma Samkhaty Maghfiroh Sulma Samkhaty Maghfiroh
30/06/2021
in Pernak-pernik
0
Kitab Sittin 'Adliyah

Kitab Sittin 'Adliyah

357
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ngaji kebangsaan KUPI kali ini tentang dakwah keislaman yang adil, dengan sub tema pengalaman ulama perempuan mengisi pengajian Kitab Sittin ‘Adliyah. Ulama perempuan yang didaulat sebagai narasumber ngaji kebangsaan kali ini adalah Nyai Hj. Afwah Mumtazah, pengasuh Pondok Pesantren Kempek, Cirebon dan Nyai Dzurwatun Muna, pengajar di Pondok Pesantren Al-Ishlah, Mangkang, Semarang.

Beliau berdua telah berpengalaman mengajarkan Kitab Sittin ‘Adliyah kepada santri-santrinya. Baik Nyai Afwah, maupun Nyai Muna, sebelum mengkaji kitab Sittin ‘Adliyah, keduanya telah banyak mengkaji kitab hadits sejenisnya, sehingga keduanya mampu mengkomparasikan kitab ini dengan berbagai kitab lainnya.

Nyai Afwah telah mempelajari kitab klasik seperti Qurrotul ‘uyun, ‘Uqudu-l-lujjayn, Masailu-n-nisa, dan Mar-ah shalihah, di mana menurutnya semua buku ini memiliki hujjah hadits yang bersifat misoginis, mengandung stereotype, diskriminasi dan domestikasi, meskipun beberapa hadits yang dikutip sama dengan hadits dalam Kitab Sittin ‘Adliyah, namun tidak dibahas secara tajam.

Berbeda dengan Kitab Sittin ‘Adliyah karya Kyai Faqihuddin Abdul Kodir, di mana hadits yang dikutip berisi kebebasan perempuan, keadilan gender, dan kesetaraan. Setali tiga uang dengan Nyai Muna yang juga mengkomparasikan Kitab Sittin ‘Adliyah dengan Kitab Arba’in Nawawiyah dan Mukhtarul Ahadits.

Nilai-nilai substansi Kitab Sittin ‘Adliyah menurut Nyai Afwah adalah penghormatan terhadap kemanusiaan perempuan, menampilkan hadits keterlibatan perempuan secara aktif di ruang publik, mendorong prinsip resiprokal dalam perkawinan, mu’asyarah bil ma’ruf, dan kesadaran akan hak-hak perempuan yang adil gender.

Sedangkan menurut Nyai Muna, Kitab Sittin ‘Adliyah mengajak para pembacanya untuk melihat sejarah panjang perempuan melalui hadits Nabi SAW, mengetuk kesadaran pembacanya untuk mengakui bahwa perempuan adalah makhluk yang utuh, meyakini bahwa perempuan dan laki-laki merupakan tokoh sentral dalam kehidupan, dan menampilkan citra perempuan dahulu dan kini, pada masa jahiliyyah dan masa Islam.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Rahmah El Yunusiyyah Mengibarkan Merah Putih di Padang Panjang
  • 5 Alasan Persoalan Sampah Wajib Disuarakan Gerakan Perempuan
  • Kepedulian KH. Hasyim Asy’ari terhadap Pendidikan Perempuan
  • Nyai Pinatih, Sosok Perempuan Penyebar Islam di Gresik

Baca Juga:

Rahmah El Yunusiyyah Mengibarkan Merah Putih di Padang Panjang

5 Alasan Persoalan Sampah Wajib Disuarakan Gerakan Perempuan

Kepedulian KH. Hasyim Asy’ari terhadap Pendidikan Perempuan

Nyai Pinatih, Sosok Perempuan Penyebar Islam di Gresik

Metode yang digunakan oleh Nyai Afwah dalam mengajarkan Kitab Sittin ‘Adliyah kepada santrinya ada empat, yakni menggunakan studi kontekstualisasi kasus, konsep ketauhidan dengan kembali pada tujuan penciptaan manusia, maqasid syari’ah, dan prinsip Ibnu Qayyim Al Jauziyah yakni taghayyuru-l-ahkam bi taghayyuri-l-azman wa-l-amkan (perubahan hukum seiring dengan perubahan zaman dan tempat).

Sedangkan Nyai Muna, menerapkan metode yang lebih sederhana untuk para santri-santrinya, mengingat usia santri Nyai Muna tidak sesenior santri Nyai Afwah. Nyai Muna memulai dengan menyampaikan hadits per hadits, kemudian para santri memberi makna pada hadits itu, selanjutnya para santri mendengarkan keterangan dari Nyai Muna dan diakhiri dengan cerita terkait hadits itu sebagai bentuk elaborasi.

Berbicara tentang pengalaman dalam mengajarkan Kitab Sittin ‘Adliyah kepada santri, Nyai Afwah mengaku sangat percaya diri, karena menurutnya kitab ini sesuai dengan nurani kemanusiaan. Sedangkan Nyai Muna membuat sebuah ekspektasi yang menurutnya biasa saja saat mengajarkan kitab ini kepada santrinya.

Nyai Muna awalnya hanya ingin para santri-santrinya mengetahui jati diri mereka sebagai perempuan melalui kajian ini. Mengetahui peran-peran perempuan, bagaimana Nabi SAW menganggap perempuan, memberikan teladan kepada para sahabat dalam memperlakukan perempuan dan mengenal perempuan-perempuan di sekitar Nabi SAW, seperti Aisyah dan Ummu Salamah, yang berperan sebagai istri Nabi SAW sekaligus seorang intelektual.

Dalam mengajarkan Kitab Sittin ‘Adliyah, berbagai respon datang dari para santri yang mengkajinya. Santri Nyai Afwah, yang notebene-nya lebih senior dari pada santri Nyai Muna, mengaku kaget dengan adanya kitab ini, senang dan sangat antusias, bahkan sedikit tidak percaya akan kitab ini, sehingga banyak pertanyaan kritis yang muncul di sana. Bahkan tidak sedikit yang merasa marah dan kecewa karena selama ini tidak mengetahui keberadaan hadits-hadits yang terhimpun dalam kitab Sittin ‘Adliyah.

Sementara respon santri dari Nyai Muna, yang masih merupakan anak Tsanawiyyah dan ‘Aliyah juga tak kalah antusias. Karena kajiannya sesuai dengan yang diinginkan perempuan yakni substansi hadits yang adil gender. Bahkan para santri menjadi makin semangat ngaji ketika mengetahui hadits yang dikajinya membela mereka, sehingga para santri belia ini mampu menyimpulkan bahwa dalam Islam, perempuan memiliki hak yang setara dengan laki-laki. Pernyataan mereka sontak membuat ekspektasi Nyai Muna terlampaui jauh.

Di penghujung kajian, baik Nyai Afwah maupun Nyai Muna memiliki harapan yang sama, yakni sosialisasi dan pengkajian Kitab Sittin ‘Adliyah agar lebih masif dilakukan, tidak hanya untuk santri perempuan namun juga untuk santri laki-laki. Harapan para Nyai ini, juga aku amini dalam hati, karena aku juga mempunyai harapan yang sama besarnya dengan beliau berdua, agar kajian hadits yang adil gender seperti pada Kitab Sittin ‘Adliyah, dapat digaungkan di banyak tempat, khususnya di pesantren-pesantren, sebagai bentuk komparasi intelektual dari kajian kitab klasik yang sudah ada selama ini. []

Tags: Jaringan KUPIKajian Kitab KuningKitab Sittin 'AdliyahKongres Ulama Perempuan IndonesiaLiterasi PesantrenNgaji Kebangsaanulama perempuan
Sulma Samkhaty Maghfiroh

Sulma Samkhaty Maghfiroh

Penulis Merupakan Anggota Komunitas Puan Menulis, dan berasal dari Ungaran Jawa Tengah

Terkait Posts

Walimatul Ursy

Pandangan Ulama KUPI Tentang Walimatul Ursy (2)

15 Agustus 2022
Walimatul Ursy

Pandangan Ulama KUPI Tentang Walimatul Ursy (1)

15 Agustus 2022
mempelai

Tetaplah Shalat Meskipun Saat Jadi Mempelai (2)

15 Agustus 2022
mempelai

Tetaplah Shalat Meskipun Saat Jadi Mempelai (1)

14 Agustus 2022
nikah sirri

Beri Sanksi Tegas Bagi Pelaku Nikah Sirri

14 Agustus 2022
Nabi Ibrahim

Keluarga Satu Visi Ala Nabi Ibrahim As (4)

13 Agustus 2022

Discussion about this post

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Doa Baik bagi Non Muslim

    Tahukah Kita: Nabi Memanjatkan Doa Baik bagi Non Muslim?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rahmah El Yunusiyyah Mengibarkan Merah Putih di Padang Panjang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Indonesia Darurat Perempuan Pengawas Pemilu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pandangan Ulama KUPI Tentang Walimatul Ursy (1)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tetaplah Shalat Meskipun Saat Jadi Mempelai (2)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bagikan Bendera Merah Putih : Tim Mubadalah Ajak Merdeka dari Kekerasan Seksual
  • Pandangan Ulama KUPI Tentang Walimatul Ursy (2)
  • Tahukah Kita: Nabi Memanjatkan Doa Baik bagi Non Muslim?
  • Bacaan Doa Ulama KUPI untuk Pengantin
  • 6 Bahaya Pernikahan Anak bagi Anak Perempuan

Komentar Terbaru

  • Tradisi Haul Sebagai Sarana Memperkuat Solidaritas Sosial pada Kecerdasan Spiritual Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal
  • 7 Prinsip dalam Perkawinan dan Keluarga pada 7 Macam Kondisi Perkawinan yang Wajib Dipahami Suami dan Istri
  • Konsep Tahadduts bin Nikmah yang Baik dalam Postingan di Media Sosial - NUTIZEN pada Bermedia Sosial Secara Mubadalah? Why Not?
  • Tasawuf, dan Praktik Keagamaan yang Ramah Perempuan - NUTIZEN pada Mengenang Sufi Perempuan Rabi’ah Al-Adawiyah
  • Doa agar Dijauhkan dari Perilaku Zalim pada Islam Ajarkan untuk Saling Berbuat Baik Kepada Seluruh Umat Manusia
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2021 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2021 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist