• Login
  • Register
Rabu, 23 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Gus Dur Menurut Mba Alissa

Gus Dur memberikan sumbangsih luar biasa untuk kesetaraan. Ketika beliau menjadi Ketua PBNU,  dia mengubah tafsir keagamaan NU yang dulunya cenderung bercorak patriarkal menjadi lebih ramah gender.

Tia Isti'anah Tia Isti'anah
12/12/2022
in Featured, Kolom
0
Gus Dur Menurut Mba Alissa

Ilustrasi: adaptasi dari karya I.B. Shakuntala dalam buku "Gus Dur; Berbeda Itu Asyik".

148
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Sore itu, ketika sewindu haul KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Fahmina, Cirebon. Sudah banyak yang diceritakan Mba Alissa Wahid tentang Gus Dur. Ceritanya hidup sekali, karena diceritakan oleh orang terdekat beliau. Alissa adalah anak sulung Gus Dur. Berikut Gus Dur menurut Mba Alissa.

Tentang bagaimana Gus Dur yang 2 bulan sebelum kematiannya masih mengurusi TKI yang terkena vonis di Timur tengah. Sayangnya ketika orang tersebut sudah bebas serta ingin menyampaikan Terima Kasih kepada beliau, beliau sudah pergi terlebih dahulu.

Ia juga bercerita saat ia menjadi presentator dalam sebuah acara, salah satu peserta dari Thailand menangis ketika mengetahui adalah anak dari Gus Dur. Ia sangat berterima kasih, karena terdapat banyak sumbangsih Gus Dur akan keragaman yang kini ada di Thailand.

Mba Alissa mempreteli satu-satu nilai kearifan Gus Dur dengan cerita-cerita dalam kehidupan yang jarang diketahui khalayak. Banyak sekali cerita-cerita dari Mba Alissa tentang Gus Dur. Hingga sampailah pada nilai yang menjadi ciri khas Fahmina: kesetaraan.

Dalam aspek kesetaraan perempuan, seperti yang dikisahkan Mba Alissa bahwa Gus Dur memang tidak banyak menulis tentang perempuan.

Baca Juga:

Pentingnya Menempatkan Ayat Kesetaraan sebagai Prinsip Utama

Islam: Membebaskan Manusia dari Gelapnya Jahiliyah

Tauhid sebagai Dasar Kesetaraan

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

Dalam keluarga, Mba Alissa juga bercerita tentang bagaimana Gus Dur sangat egaliter. Ketika Mba Alissa menikah, Ibu Sinta Nuriyah melarang Mba Alissa untuk mencuci kaki suaminya dan itu langsung disetujui Gus Dur.

Itu membuktikan bahwa Gus Dur tidak melanggengkan budaya yang bersifat patriarki. Ia menyetujui mengubahnya jika memang itu tidak sesuai dengan nilai keadilan.

Bahkan Gus Dur membebaskan semua anaknya untuk memilih jalan kehidupan mereka. Tidak memaksa mereka berkuliah, berkarir apalagi menikah. Terserah mereka.

Padahal seperti yang kita tahu beliau berasal dari keluarga pesantren yang masih sangat kental dengan budaya perjodohan. Apalagi anak beliau kesemuanya adalah perempuan yang menurut mayoritas dalam budaya kita harus lebih sering diatur.

Ketika pengambilan rapot SMA Mba Alissa, yang datang dan mengambilkan Rapot adalah Gus Dur karena Ibu Sinta harus mendatangi sebuah acara. Ini berarti pengambilan peran di keluarga Gus Dur sangat fleksibel dan bukan hanya berdasarkan konstruk gender yang dibangun masyarakat.

Dalam ranah legal, Gus Dur memberikan sumbangsih luar biasa untuk kesetaraan. Ketika beliau menjadi Ketua PBNU,  dia mengubah tafsir keagamaan NU yang dulunya cenderung bercorak patriarkal menjadi lebih ramah gender. Itu dibuktikan dengan banyaknya keputusan NU yang ada. Ketika beliau menjadi Presiden, kebijakan yang ramah perempuan juga banyak dimunculkan.

Ini ditulis untuk sebuah refleksi di Haul Gus Dur juga untuk memperingati Hari HAM dan berakhirnya 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan 10 Desember kemarin. Gus Dur sudah mencontohkan kepada kita bahwa perdamaian tanpa keadilan adalah ilusi.

Ia memberikan teladan tanpa sorotan, kita banyak mengetahuinya dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Jika mengambil kata KH. Husein Muhammad, ia adalah Sang Zahid.

Kita tinggal melanjutkannya. Terus berjuang dan semoga ke depan tidak ada lagi kasus menyerupai Tuti Tursilawaty, Baiq Nuril, Agni, dan kasus-kasus serupa lainnya.

Selamat Hari HAM dan 16 HAKTP.  Kami rindu, Gus. Dan Gus Dur menurut Mba Alissa[]

Tags: Alissaceritafahminagus durKesetaraankiaimembebaskanpembelaSetiaZahid
Tia Isti'anah

Tia Isti'anah

Tia Isti'anah, kadang membaca, menulis dan meneliti.  Saat ini menjadi asisten peneliti di DASPR dan membuat konten di Mubadalah. Tia juga mendirikan @umah_ayu, sebuah akun yang fokus pada isu gender, keberagaman dan psikologi.

Terkait Posts

Zina

Mengapa Zina dilarang Agama?

23 Juli 2025
Disfungsi Institusi Pernikahan

Viral Pegawai PPPK Ramai-ramai Gugat Cerai Suami: Disfungsi Institusi Pernikahan

23 Juli 2025
Perlindungan Anak

Mengapa Perlindungan Anak Harus Dimulai dari Kesadaran Gender?

23 Juli 2025
Pesantren Inklusif

Menuju Pesantren Inklusif: Sebuah Oto-kritik

22 Juli 2025
Sibling Rivalry

Fenomena Sibling Rivalry dalam Rumah: Saudara Kandung, Tapi Rasa Rival?

22 Juli 2025
Perselingkuhan

Perselingkuhan, Nikah Siri dan Sexually Discipline

22 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Keadilan

    Standar Keadilan Menurut Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menemukan Makna Cinta yang Mubadalah dari Film Sore: Istri dari Masa Depan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghargai Hak-hak Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perlindungan Anak Harus Dimulai dari Kesadaran Gender?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional
  • Mengapa Zina dilarang Agama?
  • Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura
  • Viral Pegawai PPPK Ramai-ramai Gugat Cerai Suami: Disfungsi Institusi Pernikahan
  • Menghargai Hak-hak Anak

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID