Mubadalah.id – Saat kita tahu bahwa Rasulullah Saw. sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat perempuan dan saat kita juga tahu bahwa Rasulullah adalah suri tauladan bagi umat manusia maka tidak ada lagi yang melakukan kekerasan terhadap perempuan, khususnya kekerasan dalam rumah tangga. Dalam Islam, pembantu saja harus dimuliakan, apalagi istri. Istri sudah seharusnya mendapat terhormat, karena istri itu bukan pembantu.
Salah satu hadits Sahih Muslim, dari Aisyah ra. menjelaskan bahwa Rasulullah Saw. tidak pernah memukul siapapun dengan tangannya, tidak pada perempuan, tidak juga pada pembantu, kecuali dalam perang di jalan Allah. Nabi Saw juga ketika diperlakukan sahabatnya secara buruk tidak pernah membalas, kecuali kalau ada pelanggaran atas kehormatan Allah, maka ia akan membalas atas nama Allah Swt.
Hadits tersebut menunjukkan bahwa suri tauladan kita, Muhammad Saw sangat menghargai para perempuan, termasuk istri dan pembantunya. Hadits ini juga tidak hanya menunjukkan perlakuan baik terhadap perempuan namun juga ingin menunjukkan bahwa laki-laki itu juga harus sabar, tidak pendendam dan bisa mengontrol emosinya.
Kemudian ada hadits lagi yang menjelaskan untuk tidak melakukan kekerasan terhadap perempuan. Hadits dari Abdullah bin Zam’ah bahwa Nabi Saw bersabda: “Janganlah seseorang di antara kamu memukul istrinya laksana hamba sahaya saja, padahal ia menggaulinya di penghujung hari”. [Sahih Bukhari]. Riwayat lain, “Mengapa seseorang di antara kamu masih saja memukul istrinya laksana hamba sahaya saja, padahal bisa jadi ia kemudian menggaulinya”. [Sahih Bukhari].
Hadits ini juga menunjukkan agar tidak melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan lebih dalam lagi sebenarnya kesan yang ingin disampaikan juga bahwa, “apa kamu tidak malu kalau melakukan kekerasan dan setelah itu menggaulinya”.
Mestinya sangat malu karena hubungan pernikahan yang menjadikan status “suami-istri” bukan hubungan majikan dengan budaknya. Apalagi konteks sekarang konsep budak dengan pembantu sudah jauh berbeda karena saat ini pembantu atau pekerja rumah tangga (PRT) dilindungi oleh undang-undang dan tidak boleh diperlakukan secara tidak adil. Apalagi hubungan suami-istri yang mempunyai banyak ikatan tentu keduanya harus saling menghargai dan melindungi.