• Login
  • Register
Minggu, 13 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Humor yang Tak Lagi Layak Ditertawakan: Refleksi atas Martabat dan Ruang

Menertibkan humor bukan berarti mengebiri kebebasan berekspresi. Tapi itu berarti kita bersedia bertanggung jawab atas apa yang kita ucapkan.

Raden Siska Marini Raden Siska Marini
13/06/2025
in Personal, Rekomendasi
0
Humor

Humor

1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Beberapa waktu lalu, dalam sebuah kuliah umum di kampus terkemuka di Indonesia, seorang tokoh publik melontarkan candaan yang menyamakan perempuan dengan mangga berade—buah musiman yang katanya makin siang makin murah. Kalimat itu bersambut gelak tawa audiens. Sebagian tertawa karena merasa lucu, sebagian lain mungkin tertawa karena terpaksa, dan sisanya memilih diam.

 

Tawa di forum publik sering kali dianggap remeh. Tapi jika tawa itu berdiri di atas perbandingan antara tubuh perempuan dan komoditas pasar, maka kita perlu bertanya: tawa itu sedang menertawakan siapa? Dan lebih jauh, tawa itu sedang membela nilai apa?

 

Dalam tradisi Islam yang rahmatan lil ‘alamin, perempuan tidak pernah terposisikan sebagai objek yang nilainya naik-turun mengikuti selera atau waktu. Al-Qur’an menempatkan perempuan sebagai makhluk yang setara dalam kemuliaan penciptaan, potensi keilmuan, maupun tanggung jawab sosial. Nabi Muhammad SAW pun memberikan teladan bagaimana menjunjung tinggi martabat perempuan, bahkan dalam konteks candaan.

Baca Juga:

Praktik Kesalingan sebagai Jalan Tengah: Menemukan Harmoni dalam Rumah Tangga

Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

Sudahkah Etis Jokes atau Humor Kepada Difabel? Sebuah Pandangan Islam

Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan

 

Humor, jika terolah dengan adab, bisa menjadi jembatan kebijaksanaan. Tapi jika kita biarkan menjadi medium merendahkan kelompok tertentu—dalam hal ini perempuan—maka ia bukan lagi candaan, melainkan kekerasan simbolik. Dan yang menyedihkan, bentuk kekerasan semacam ini kerap lolos dari koreksi karena terbungkus dalam kemasan “hanya bercanda.”

Seksisme

Kita hidup di masyarakat yang terlalu lama memaklumi seksisme. Sejak kecil kita diajari untuk diam ketika mendengar candaan tentang tubuh perempuan. Kita menyebutnya humor, padahal sering kali yang terjadi adalah normalisasi atas pelanggaran martabat. Dalam banyak ruang, termasuk ruang akademik, ruang dakwah, bahkan ruang keluarga, perempuan kerap menjadi bahan guyonan yang mempertegas posisi subordinatnya.

 

Sebagai aktivis gender dan pelaku advokasi ruang aman, saya percaya bahwa perubahan sosial kita mulai dari hal yang tampak sederhana. Kita tidak akan pernah mampu membangun masyarakat yang adil jika kita masih membiarkan candaan tentang harga tubuh perempuan berseliweran tanpa koreksi. Karena bagaimana mungkin kita bicara kesetaraan jika humor kita masih menertawakan yang seharusnya kita muliakan?

 

Sebagian orang mungkin akan mengatakan, “Itu hanya analogi, jangan terlalu serius.” Tapi justru karena analogi adalah jembatan pemahaman, maka ia harus kita gunakan secara bijak. Analogi yang baik akan menguatkan nilai-nilai luhur. Sebaliknya, analogi yang sembrono akan menormalisasi ketimpangan yang merusak kesadaran kolektif kita sebagai umat yang beriman.

 

Dalam perspektif mubadalah, relasi antara laki-laki dan perempuan terbangun atas dasar keadilan, penghormatan, dan timbal balik. Maka dalam setiap ruang—baik publik maupun privat—sudah seharusnya kita saling menjaga kehormatan satu sama lain. Menertawakan perempuan dengan cara merendahkan tubuhnya bukan hanya pelanggaran nilai etika, tapi juga bertentangan dengan semangat mubadalah itu sendiri.

 

Saya membayangkan, bagaimana dampaknya jika seorang santri, seorang mahasiswi, atau seorang anak perempuan mendengar candaan seperti itu dari orang yang mereka hormati. Apakah mereka akan merasa aman menjadi perempuan? Apakah mereka akan belajar bahwa tubuh mereka adalah kehormatan, atau justru harga yang bisa dikira-kira seperti buah di pasar?

Masyarakat Madani

Jika kita ingin membangun masyarakat yang madani, maka kita harus mulai dari hal kecil seperti ini. Membangun kebiasaan untuk tidak menertawakan apa yang menyakitkan. Menguatkan keberanian untuk berkata, “Itu tidak lucu,” tanpa merasa bersalah. Dan menciptakan ruang-ruang publik yang bukan hanya bebas dari kekerasan fisik, tapi juga kekerasan simbolik yang membekas di hati banyak orang.

 

Menertibkan humor bukan berarti mengebiri kebebasan berekspresi. Tapi itu berarti kita bersedia bertanggung jawab atas apa yang kita ucapkan. Karena dalam Islam, setiap kata adalah amanah. Dan setiap tawa pun, kelak akan dimintai pertanggungjawaban.

 

Humor bukan musuh kita. Tapi humor yang memperkuat dominasi, menghina yang lemah, dan mempermalukan yang seharusnya dimuliakan—itulah yang harus kita kikis bersama. Kita punya pilihan untuk melucu dengan cerdas, tanpa melukai.

 

Maka hari ini, saya memilih tidak ikut tertawa. Bukan karena saya kehilangan selera humor atau menjadi terlalu serius. Tapi karena saya masih percaya, bahwa perempuan berhak dimuliakan, bahkan dalam candaan sekalipun. Sebab dari cara kita bercanda, sesungguhnya terlihat seberapa besar kita menjaga martabat manusia yang lain. []

 

 

 

Tags: humorkomunikasiperspektif mubadalahRelasiseksisme
Raden Siska Marini

Raden Siska Marini

Aktivis gender dan pendidik yang merawat harapan akan Islam yang setara, ramah, dan membebaskan. Ia percaya bahwa ruang-ruang spiritual bisa menjadi jalan untuk membangun relasi yang adil antara manusia dan Tuhan, juga antar sesama. Kegiatannya bisa diikuti melalui Instagram @raden.siska.

Terkait Posts

Isu Disabilitas

Tidak Ada yang Sia-sia Dalam Kebaikan, Termasuk Menyuarakan Isu Disabilitas

12 Juli 2025
Harapan Orang Tua

Kegagalan dalam Perspektif Islam: Antara Harapan Orang Tua dan Takdir Allah

12 Juli 2025
Berhaji

Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

11 Juli 2025
Ikrar KUPI

Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

11 Juli 2025
Kopi yang Terlambat

Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

10 Juli 2025
Life After Graduated

Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

10 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Isu Disabilitas

    Tidak Ada yang Sia-sia Dalam Kebaikan, Termasuk Menyuarakan Isu Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perbedaan Biologis Tak Boleh Jadi Dalih Mendiskriminasi Hak Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Menempatkan Ayat Kesetaraan sebagai Prinsip Utama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan dan Pembangunan; Keadilan yang Terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laki-laki dan Perempuan adalah Manusia yang Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Praktik Kesalingan sebagai Jalan Tengah: Menemukan Harmoni dalam Rumah Tangga
  • Pentingnya Menempatkan Ayat Kesetaraan sebagai Prinsip Utama
  • Perempuan dan Pembangunan; Keadilan yang Terlupakan
  • Perbedaan Biologis Tak Boleh Jadi Dalih Mendiskriminasi Hak Perempuan
  • Tidak Ada yang Sia-sia Dalam Kebaikan, Termasuk Menyuarakan Isu Disabilitas

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID