• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Male Entitlement Bukan Romantis, Tetapi Toxic Relationship

Berbahayanya male entitlement, membuat kita sadar akan pentingnya menerapkan konsep mubadalah dalam kehidupan

Nursehan Nursehan
01/02/2024
in Personal
0
Male Entitlement

Male Entitlement

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id- Laki-laki yang mengejar-ngejar perempuan mati-matian, sehingga orang sekitar memaknai sebagai suatu bentuk perjuangan. Fenomena Male Entitlement bukan romantis tetapi akan menimbulkan toxic relationship.

Bahagia tidak kalau kamu punya penggemar berat, tidak pantang menyerah untuk memilikimu. Seperti framing-framing yang ada di film, drama Korea romantis, sinetron. Bahkan watpad yang terkenal kerap kali mengangkat topik tentang perjuangan laki-laki. Waaah romantis sekali bukan.

Orang-orang yang kamu ceritakan kisahmu ini pasti akan mendukung laki-laki tersebut. Membayangkan betapa bucinnya nanti jika dia bersamamu, jika dengan melihat perjuangan yang sekarang.

Seorang laki-laki mengungkapkan perasaan kepada perempuan tambatan hatinya. Akan tetapi dia menerima jawaban yang tidak sesuai yaitu tertolak. Bukan sebagai sinyal untuk menghindar bahkan menghilang, malah sebaliknya terus mengejar sampai membuntuti semua privasi perempuan tersebut. Ia mengira perempuan itu hanya malu untuk mengatakan ”iya” dan mengira perempuan itu menguji keseriusan laki-laki tersebut.

Bagaimana jika perempuan itu benar-benar tidak menyukai hal tersebut, bukannya romantis tetapi berbuntut risih dan bisa jadi menjadi sebuah ancaman. Sehingga menimbulkan toxic relationship.

Baca Juga:

Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

Fiqh Al-Usrah Menjembatani Teks Keislaman Klasik dan Realitas Kehidupan

Sebagai perempuan, kita harus paham ada istilah Male Entitlement. Fenomena Male Entitlement ini banyak sekali menjangkiti masyarakat. Bahkan kita sudah bisa mengatakan ini berawal dari sebuah pembiasaan.

Apa itu Male Entitlement?

Male Entitlement itu sendiri bermakna suatu keinginan untuk selalu mencari dan menjaga kekuasaan dan kekuatan yang menurut patriarki adalah hak laki-laki. Pada saat momen laki-laki mengalami penolakan atas kemauan, kekuasaan atau kekuatannya. Maka muncullah rasa malu dan mendorong laki-laki untuk membuktikan kekuasaannya dengan cara yang agresif.

Male Entitlement adalah hak-hak yang dilekatkan pada laki-laki, yang melahirkan privilege tersendiri bagi mereka. Kebanyakan mendoktrin anak laki-laki untuk memiliki kekuasaan, sehingga mereka harus memiliki sifat-sifat maskulin seperti mempunyai hak untuk marah, agresif, dan tangguh.

Namun sebaliknya, untuk anak perempuan justru mendapatkan doktrin bersikap lemah lembut dan mengerjakan pera-peran domestik saja. Doktrin ini biasa dihadirkan melalui film hingga buku yang dibaca, atau terselip dalam beberapa bait lagu.

Sebagai contoh lagu supermen- the lucky laki. Bahkan tak jarang sebagian keluarga menanamkan hal tersebut pada anak-anak mereka yang secara kontinyu terbawa ke alam bawah sadar sehingga menjadi suatu kebiasaan, membiasakan penyalahgunaan hak-hak yang dilekatkan oleh sistem masyarakat berdasarkan jenis kelamin.

Male Entitlement ini menuntut perempuan untuk melayani atau memenuhi keinginan dari apa yang seharusnya laki-laki dapatkan dengan cara mengutamakan keinginan laki-laki tersebut.
Memberikan doktrin kepada laki-laki harus memiliki kekuasaan, tangguh, kuat. Laki-laki tidak boleh menangis, tidak lemah lembut yang membuat munculnya toxic maskulinity pada laki-laki tersebut.

Toxic Maskulinity adalah sebuah sifat dalam sosial, yang mendorong adanya dominasi sifat maskulin, sifat merendahkan (terutama pada perempuan), homofobia, dan tindak kekerasan asusila.

Jika hal itu tidak berjalan dengan sesuai paradigma masyarakat patriarki, maka masyarakat akan memberikan label tertentu jika seorang laki-laki tidak tampil sesuai dengan standart yang tercipta oleh masyarakat tersebut.

Mengerikan bukan, jika laki-laki yang mengejar mu adalah laki-laki yang mempunyai doktrin Male Entitlement. Yang suatu saat akan menjadi bom penghancur fisik dan psikismu. Bukan menjadi kisah romantis tetapi menjadi kisah tragis. Kamu harus tegas untuk berkata ”TIDAK” dan segera mungkin lari dari kehidupannya.

Bukan Romantis tetapi Toxic Relationship!

Jangan sampai kamu memutuskan untuk menjalin hubungan dengan dirinya. Jika kamu tidak mau terjebak dalam hubungan yang toxic atau biasa kita mengenal dengan toxic relationship. Hubungan membuatmu dalam penguasaan yang mengekang semua gerak-gerik kehidupanmu. Semua harus dibawah pengawasannya, membatasi semua pertemanan baik dengan laki-laki maupun perempuan.

Maka dari itu, mari kita membuka mata. Isu gender bukanlah goyonan perempuan yang ingin merdeka dari peran domestik. Bukan sesederhana perempuan yang sok keras menantang society demi sebuah eksistensi. Permasalahan ini semacam fenomena gunung es, yang nampak kecil di permukaan laut, namun sebetulnya sangat besar jika kita lihat di kedalaman laut. Mampu mengancam siapapun dan kapanpun.
Konsep Mubadalah mencegah Male Entitlement

Berbahayanya male entitlement, membuat kita sadar akan pentingnya menerapkan konsep mubadalah dalam kehidupan. Dalam suatu hubungan membangun relasi mengatasnamakan kata saling bukan paling.

Yakni untuk mencegah adanya sifat kekuasaan pada orang lain, sehingga orang lain berhak menolak dengan tegas dan berani apa yang tidak diinginkan untuk kehidupannya. Lelaki memahami artinya penolakan bukanlah suatu yang hina untuk mengakuinya. []

 

Tags: Male Entitlementperspektif mubadalahPrinsip Relasi MubadalahRelasitoxic masculinityToxic Relationship
Nursehan

Nursehan

Terkait Posts

Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Humor Seksis

Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis

26 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Kekerasan Seksual Bisa Dicegah Kalau Islam dan Freud Ngobrol Bareng

26 Juni 2025
Menemani Laki-laki dari Nol

Bagaimana Mubadalah Memandang Fenomena Perempuan yang Menemani Laki-laki dari Nol?

25 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID