• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Pernikahan Anak, Tanggung Jawab Siapa?

Mencegah pernikahan anak tentu tidak cukup dengan mengeluarkan kebijakan, seperti pembatasan umur nikah atau larangan pacaran bagi anak

Suci Wulandari Suci Wulandari
17/11/2023
in Publik
0
Pernikahan Anak

Pernikahan Anak

819
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – “Masih Anak Jangan Punya Anak” adalah salah satu jargon kampanye menolak pernikahan anak yang dilakukan oleh siswa-siswi di salah satu lembaga pendidikan di lingkungan saya pada perayaan kemerdekaan Indonesia yang ke-78.

Mencegah pernikahan anak tentu tidak cukup dengan mengeluarkan kebijakan, seperti pembatasan umur nikah atau larangan pacaran bagi anak. Namun juga perlu sinergi yang kuat antara anak, orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara.

Rendahnya Pemahaman tentang Hak Kesehatan Reproduksi

Di Nusa Tenggara Barat, angka kasus pernikahan anak masih tergolong tinggi. Di antara faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah faktor ekonomi, keluarga, lingkungan, media sosial, rendahnya pengetahuan tentang hak kesehatan reproduksi, dan interpretasi ajaran agama yang bias patriarkhi. Faktor-faktor ini saling berkelindan dan tidak terpisahkan.

Beberapa waktu lalu, ada tiga pelajar di pelosok Lombok Timur memutuskan berhenti sekolah untuk menikah. Usia mereka terbilang muda, sekitar 16 tahun. Baru lulus jenjang SMP.

Usia pasangannya hampir sama. Mirisnya, di antara mereka ada yang terpaksa menikah karena kehamilan tidak diinginkan (KTD). Mereka pun masuk dalam kategori ‘anak menikahi anak’.

Tentu saja, kedua pihak sama-sama merugi. Mereka kehilangan akses belajar, hak bermain, dan hak-hak lainnya, karena ada tanggung jawab baru sebagai suami istri.

Baca Juga:

Menyusui Anak dalam Pandangan Islam

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

5 Kewajiban Suami untuk Istri yang sedang Menyusui

Peran Penting Ayah di Masa Ibu Menyusui

Namun, di antara sekian kerugian itu, pihak yang paling dirugikan adalah perempuan. Sudah pernikahannya tidak tercatat, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum, pernikahan anak berpotensi mengganggu kesehatan reproduksi perempuan.

Kurangnya pemahaman tentang kesehatan reproduksi juga membuat mereka tidak berpikir panjang saat akan melakukan hubungan seksual, baik sebelum atau sesudah menikah.

Padahal di usia anak, perempuan terutama, organ reproduksinya dalam masa perkembangan sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seks, apalagi sampai hamil dan melahirkan. Bahkan, hamil di bawah usia 19 tahun beresiko kematian, pendarahan, dan keguguran bagi mereka.

Anak Menikahi Anak; Belum Memahami Penuh Tanggung Jawab Suami Istri

Tentu saja, anak menikahi anak rentan menimbulkan problem yang berkelanjutan. Baik suami maupun istri yang masih dalam usia anak belum memahami penuh tanggung jawab masing-masing. Mereka belum memiliki bekal yang cukup untuk membentuk rumah tangga yang baik.

Seringkali pasangan seperti ini memahami tanggung jawab suami istri mengikuti budaya setempat. Jika di daerah tersebut, budaya yang berlaku patriarkhi, maka relasi pasangan anak bisa berbentuk superioritas suami dan inferioritas perempuan.

Berbagai problem rumah tangga, seperti masalah finansial, sosial, perselisihan dengan anggota keluarga, dan bahkan ketidaksiapan dalam mendidik anak, bisa mengganggu kesehatan mental masing-masing.

Kondisi ini bisa menciptakan kekerasan dalam rumah tangga, bahkan dalam kasus tertentu sampai menyebabkan pasangan meninggal dunia.

Kebebasan remaja pun terenggut karena mereka menanggung tanggung jawab sebelum waktunya. Jika berlangsung terus-menerus, tanpa ada komunikasi yang bagus, relasi yang terbentuk menjadi tidak sehat dan bisa berujung pada perpisahan, yang lagi-lagi akan merugikan perempuan.

Kampanye “Stop Pernikahan Anak” dengan Melibatkan Anak

Menghentikan pernikahan anak bukan hanya menjadi tanggung jawab orang tua. Keluarga, masyarakat, pemerintah, Negara, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, dan bahkan “anak” mempunyai kewajiban untuk bersinergi menghentikan praktek pernikahan anak.

Harus ada tindakan preventif dari semua lapisan. Pemerintah harus gencar memberikan sosialisasi dan edukasi yang berkesinambungan pada orang tua dan anak tentang bahaya pernikahan anak, baik dari sisi kesehatan, ekonomi, maupun sosial. Sehingga, akan terbentuk mindset bersama bahwa “pernikahan anak tidak boleh terjadi”.

Lembaga keagamaan juga bisa menguatkan edukasi ini dengan mempertegas bahwa Islam tidak membolehkan pernikahan anak karena lebih banyak mendatangkan kemadharatan.

Negara, selain menetapkan batas minimal usia pernikahan, juga harus gencar membatasi atau bahkan menghapus sama sekali berbagai konten pornografi yang berpotensi meningkatkan angka pernikahan di bawah umur.

Selain itu, masyarakat dan pemerintah setempat juga perlu bersinergi untuk mensterilkan tempat-tempat yang memungkinkan tindakan-tindakan yang mengarah pada pernikahan anak (tempat sepi yang rawan digunakan sebagai tempat asusila).

Lembaga pendidikan juga perlu aktif mengidentifikasi anak didiknya yang menunjukkan gejala indisipliner dan perkembangan akademis yang terganggu, dan segera mengkomunikasikannya dengan keluarga dan anak.

Terkait tindakan preventif ini, Dikbud NTB menerapkan sekolah ramah anak (SRA) yang salah satu aturannya adalah melarang siswa pacaran. Program ini mungkin bisa maksimal ketika di sekolah, tapi di luar sekolah, tidak ada jaminan. Untuk itu, penting adanya komunikasi intensif antara sekolah dan keluarga terkait perkembangan anak.

Upaya-upaya ini juga perlu melibatkan anak, selaku calon pelaku sekaligus calon korban, untuk menyuarakan dan mengedukasi teman sebaya mereka tentang bahaya pernikahan anak.

Kampanye ini bisa menggandeng forum anak, atau melibatkan mereka, para penyintas yang sudah pernah mengalami pernikahan anak untuk bisa bercerita. []

Tags: anakCegah Kawin AnakistrikampanyeKesehatan Reprodksipernikahansuamitanggung jawab
Suci Wulandari

Suci Wulandari

Dosen Ilmu al-Qur'an dan Tafsir di STAI Darul Kamal, Lombok Timur, NTB

Terkait Posts

Peran Aisyiyah

Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

20 Mei 2025
Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas

Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

20 Mei 2025
Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi
  • Menyusui Anak dalam Pandangan Islam
  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version