Mubadalah.id – Khadijah binti Sahnun adalah perempuan ulama. Sampai akhir hayatnya, ia memilih tidak menikah. Nama lengkapnya ialah Khadijah binti al-Imam Abdussalam Sahnun bin Sa’id at-Tanukhi. Ia lahir di Qairawan, Tunisia, tahun 160 H.
Al-Imam al-Gadhi Iyadh (w. 1149 M), penulis kitab Asy-Syifa, dalam bukunya yang lain, Tartib al-Muluk wa Tartib al-Masalik fi Ma’rifah A’lam Madzhab Malik, menyatakan bahwa Khadijah binti Sahnun adalah perempuan ulama, cendekia, cerdas, dan pribadi yang indah.
Pengetahuan agamanya sangat luas, bahkan mengungguli kebanyakan ulama laki-laki. Khadijah binti Sahnun memberi fatwa keagamaan dan melakukan advokasi-advokasi sosial-kemanusiaan.
Ayahnya, Imam Sahnun, adalah ahli hukum Islam dalam Mazhab Maliki. Ia adalah penyusun kitab Al-Mudawwanah, sebuah ensiklopedia figh Mazhab Maliki.
Di bawah pendidikan dan asuhan sang ayah, Khadijah, bukan hanya memperoleh pengetahuan keagamaan yang luas, melainkan juga kepribadian yang luhur: rendah hati, santun, pemurah, dan religius.
Popularitasnya sebagai ulama perempuan sangat menonjol. Imam Sahnun yang merupakan seorang hakim pengadilan terkemuka konon selalu meminta pertimbangan dan pendapat putrinya yang cerdas itu, sebelum ia mengetukkan palu di pengadilan. Mengenai ini, ia menyebutkan:
“Sebuah kabar menyatakan bahwa Sahnun, ketika diangkat menjadi hakim agung di Qairawan, merasa bersedih hati. Melihat wajahnya yang murung ini, tidak seorang pun berani menyampaikan ucapan selamat.”
“Sahnun lantas menemui putrinya, Khadijah. Ia menyampaikan kebimbangannya, apakah harus menerima jabatan itu atau menolaknya. Khadijah justru mendukung ayahnya untuk menerima jabatan tersebut. Mendengar saran putrinya ini. Sahnun mengatakan, Ayahmu disembelih tanpa pisau.”
Memang, para ulama merasa tidak sanggup memikul jabatan sebagai hakim, mengingat tanggung jawabnya di hadapan Allah dan rakyat.
Hasan Husni dalam bukunya, Syahirat at-Tunisiyyat (Perempuan-perempuan Terkenal Tunisia), mengatakan bahwa ayah Khadijah sangat menyayangi sekaligus mengaguminya.
Sehingga hampir selalu meminta pandangan Khadijah saat akan mengambil keputusan dalam banyak hal, termasuk mengenai jabatan sebagai hakim pengadilan.
Khadijah wafat tahun 270 H/885 M dan dikebumikan di Qairawan, di samping ayah yang dicintai dan mencintainya. []