• Login
  • Register
Sabtu, 1 April 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Sastra

Nayla Bertanya : Benarkah Kita Merindukan Ramadan?

Ada kalimat Jalaludin Rumi yang menjadi slogan kehidupan Ilham “Aku memilih mencintaimu dalam diam, karena dalam diam tak akan ada penolakan."

Khoiriyasih Khoiriyasih
10/04/2021
in Sastra
0
Nayla

Nayla

196
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Tiga hari menjelang puasa, Nayla dan mbak-mbak pondok kembali sibuk beres-beres persiapan liburan. Baju-baju dilipat dan dimasukkan ke dalam kardus, kitab dan buku catatan ditata dalam lemari santri, serta ro’an bersama supaya ketika pondok ditinggalkan sudah dalam keadaan bersih. Hal terebut menjadi kebiasaan santri sehari sebelum jatah liburan pondok tiba.

Santri yang hanya mondok dan tidak berkuliah biasanya pulang sampai waktu pertengahan lebaran, mereka memilih untuk ramadan dan lebaran bersama keluarga di rumah. Bagi santri yang mondok sembari kuliah biasanya memilih untuk tetap di pondok dan akan pulang ketika lebaran tiba.

Setelah bersalam-salaman dan berbagi senyuman tanda mereka kan berpisah untuk sementara waktu lorong pondok dan tiap-tiap kamar kembali sepi tanpa suara. Hanya tertinggal satu kamar yang berisi santri mahasiswa serta abdi ndalem yang jumlahnya hanya delapan santri. Nayla yang menyadari hari ini harus ke kampus, ia berpamitan ke mbak abdi ndalem barangkali nanti abah atau ibu nyai mencari Nayla.

Khusus santri yang notabene mahasiswa, pondok ini memberikan keluangan waktu para santri untuk keluar khusus kepentingan kuliahnya di kampus. Berjalan menuju kampus yang hanya berjarak 500 meter bagi Nayla sudah menjadi kebiasaan setiap harinya. Hari ini, Nayla ke kampus karena ada janji untuk bertemu dengan seniornya di organisasi.

“Punten mas, lama ya menunggu?” tanya Nayla yang mendapati seniornya lebih dahulu sampai di kantin kampus.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Bulan Puasa: Menahan Nafsu Atau Justru Memicu Food Waste?
  • Ngaji Rumi: Patah Hati Dengan Dunia, Puasa Sebagai Obatnya
  • Rita dan Rempeyek Buatan Ibu
  • Latublawunna: Kisah Santri Alwaan dan Zaala

Baca Juga:

Bulan Puasa: Menahan Nafsu Atau Justru Memicu Food Waste?

Ngaji Rumi: Patah Hati Dengan Dunia, Puasa Sebagai Obatnya

Rita dan Rempeyek Buatan Ibu

Latublawunna: Kisah Santri Alwaan dan Zaala

“Oh ndak Nay, ini tadi sembari ngerjai bab tiga, sehat ?”

“Alhamdulillah mas.” Jawab Nayla dengan senyum.

“Oh ya, proposalnya masih kurang beberapa bagian. Kebetulan kemarin diskusi bareng anak-anak. Sebentar lagi Ramadan, jadi perlu mengadakan kegiatan di sela-sela waktu Ramadan, rasanya sudah rindu sekali dengan bulan suci ini Nay.”

“Eh mas, yakin nggak mas jika kita merindukan Bulan Ramadhan ?” tanya Nayla menatap Ilham penuh penasaran.

“Iya yakin Nay, sangat merindukan.” Jawab Ilham dengan wajah meyakinkan, ditambah senyum.

“Mas tentu selama ini sering puasa senin kamis ya?”

“Iya Nay, senang sekali rasanya.”

“Benar Mas Ilham senang?”

“Iya, tapi bentar, kok kamu tanya seperti itu, kenapa?”

“Nggak Mas, hehe. Menurut Mas, mengapa orang Islam diwajibkan untuk menjalankan puasa Ramadan.”
“Supaya umat manusia  bertaqwa Nay.”

“Punten, bukankah itu tujuannya ya Mas?”

Nayla

Nayla selaalu menaruh hormat kepada Ilham, bagaimanapun Ilham adalah seniornya yang harus tetap mengedepankan adab. Namun Ilham juga tidak pernah merasa dibawah Nayla ketika mereka diskusi. Ilham menganggap bahwa laki-laki dan perempuan tidak ada yang berhak merasa paling pintar dan merendahkan lawan bicara, semuanya sama-sama boleh berpendapat dan harus saling menghormati.

“Kalau itu tujuan, lalu mengapa mesti diwajibkan ya Nay.”

“Emm, Mas. Sesuatu biasanya diwajibkan karena manusia itu tidak suka mengerjakannya. Contohnya tidak perlu jauh-jauh, tugas kuliah diwajibkan karena kita tidak suka mengerjakannya kan?”

“Iya bener juga Nay, lalu kaitannya dengan puasa?” Ilham megernyitkan dahi pertanda semakin penasaran pada jawaban Nayla.

“Kalau manusia suka menjalankan puasa untuk apa puasa diwajibkan.”

“Tapi sering kali aku mendengar puasa Ramadan itu wajib, dan memang seperti itu, wajib berpuasa.”
“Njih Mas, tapi aku selalu bertanya benarkah kita suka puasa sejatinya?”

“Insya Allah iya Nay.”

“Hehe, andaikan puasa Ramadan itu tidak diwajibkan, apalagi hanya sebulan sekali, tentu manusia biasa puasa dalam kurun lama karena memang manusia sudah suka berpuasa.”

“Sek Nay, kok jadi begitu, hehe.”

“Coba tanyakan ke hati kita masing-masing Mas, benar tidak jika kita suka melaksanakan puasa, hanya terpaksa atau hanya karena malu dengan sekitarnya?”

“Iya sih Nay, sejujurnya tidak suka, pun terpaksa.”

“Mengapa kalau tidak suka atau terpaksa lantas pura-pura mengatakan rindu Ramadan Mas?” tanya Nayla cengar-cengir.

Sesekali Nayla bertanya dengan mimik cengar-cengir supaya Ilham tidak merasa dipojokkan oleh pertanyaan-pertanyaannya. Bagaimanapun perrcakapan harus memberikan kenyamanan dinamika antar keduanya.

“Gimana lagi ya Nay, aku ikut-ikutan anak sekeliling yang juga merindukan Ramadan?”

“Hehe, padahal Mas Ilham tidak suka berpuasa aslinya kan?”

“Iyaa Nay, wah wah njuk gimana Nay?”

“Abah Yai ngendhika, boleh jadi kadang kita berterus terang kepada Allah SWT jika kita tidak suka sholat atau tidak suka menjalankan ibadah puasa. Nah, tapi kita harus siap dan ikhlas menjalankan sesuaatu yang tidak suka sehingga derajat manusia menjadi tinggi di hadapan Allah. Ketaqwaan manusia akan sampai karena ikhlas menjalankan.”

“Duh, iya juga Nay, astaghfirullah.” Ilham menutup mukanya dengan kedua tangan dan beristighfar, meski setelahnya tetep nyengir di depan Nayla.”

“Kadang kita terlalu banyak pura-pura dan merasa nyaman di dalam zona tersebut Mas.”

“Iya, bener katamu tadi. Terimakasih sudah memberikan pemahaman Nay, like with your brilliant, heheh.”

“Heleh mas.” Nayla terkekeh karena juga tidak terencana akan membahas kaitannya puasa.

“Sudah makan belom? Keliatan lemes gitu.”

“Tahu aja, belum, hehe.”

“Ya sudah sana, pesan makan dulu baru nanti kita lanjut edit proposal.”

“Laa Mas Ilham ndak pesan?”

“Aku sudah tadi sarapan.”

“Owalah Njih Mas..” Nayla kemudian memanggil mbak kantin untuk memesan sepiring nasi lengkap dengan lauknya.

Nayla melahap makanan yang telah datang sesuai pesanan. Sembari menunggu Nayla selesai makan, Ilham menulis beberapa kalimat dalam lembaran buku hariannya.

“Hari ini benar kata Nayla. Manusia sering lupa bahwasanya ikut-ikutan atau sekedar meramaikan jadi melumpuhkan keikhlasan. Manusia beramai-ramai menyambut Ramadan, sampai ucapan di depan masjid bertuliskan Selamat Datang Ramadan ramai dimana-mana atau 28 hari setelahnya akan ada story instagram atau whatsapp bertulis Yaa Ramadan, Engkau cepat sekali berlalu. Padahal manusia bisa jadi tidak menyukai puasa, enggan menahan segala yang ingin dilahap. Bukan perihal tidak ingin belajar sabar, melainkan belajar bagaimana ikhlas dalam hati untuk meraih taqwa dan ridha Illahi. Wallohu ‘alam.”

Magelang, 07 April 2021.

Rencana pertemuan Nayla dengan Ilham adalah menyelesaikan proposal kewirausahaan mahasisawa yang lolos di tingkat Nasional. Namun tidak terencana jika pembahasannya diawali dengan percakapan nyentrik semacam itu. Nayla dicerdaskan oleh bacaan buku dan beberapa kajian pesantren yang tekun ia ikuti.

Hal tersebut ternyata membuat Ilham diam diam menaruh rasa kagum kepada Nayla. Ilham berpikir bahwasanya perempuan mampu mmiliki kecerdasan sama halnya laki-laki, perempuan juga tidak selalu lemah, perempuan berhak kuat serta dikuatkan itulah yang membuat Ilham jatuh hati kepada Nayla, hanya saja Ilham memilih untuk diam dan menjalankan aktifitas seperti halnya teman organisasi dengan penuh rasa kekeluargaan sekaligus tawa, tidak akan merasakan ataupun membuat sakit hati, seperti halnya kalimat Jalaludin Rumi yang menjadi slogan kehidupan Ilham “Aku memilih mencintaimu dalam diam, karena dalam diam tak akan ada penolakan.” []

Tags: Bulan Puasacerita pendekRamadan 1442 HSastra
Khoiriyasih

Khoiriyasih

Safe space|Kadang Menulis, Kadang Membaca, Kadang Misuh

Terkait Posts

Bidadari Surga

Perempuan yang Menggugat Bidadari Surga (Bagian Pertama)

24 Januari 2023
Tak ingin Menikah

Emak, Ijah tak Ingin Menikah

22 Januari 2023
Rempeyek Buatan Ibu

Rita dan Rempeyek Buatan Ibu

1 Januari 2023
Kisah Santri

Latublawunna: Kisah Santri Alwaan dan Zaala

11 Desember 2022
Pergi Sendirian

Perempuan tak Pernah Ingin Pergi Sendirian

13 November 2022
Negeri tanpa Warna

Negeri tanpa Warna

30 Oktober 2022
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Melestarikan Tradisi Nyadran

    Gerakan Perempuan Melestarikan Tradisi Nyadran

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hadis Relasi Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pekerjaan Rumah Tangga Bisa Dikerjakan Bersama, Suami dan Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memaknai Kembali Hadis-hadis Pernikahan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat
  • Nabi Muhammad Saw Biasa Melakukan Kerja-kerja Rumah Tangga
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan
  • Pekerjaan Rumah Tangga Bisa Dikerjakan Bersama, Suami dan Istri
  • Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist