• Login
  • Register
Jumat, 31 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Perayaan Idul Fitri Masa Pandemi, Suka di Tengah Duka

Di tengah pandemi C-19, kita semua merayakan Idul Fitri dengan kesederhanaan, tanpa hiburan dan tanpa kemeriahan yang berlebihan.

Munawir Amin Munawir Amin
20/05/2021
in Pernak-pernik
0
Idul Fitri

Idul Fitri

42
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Saat ini dunia masih berupaya melawan pandemi covid 19, meski di saat bersamaan jutaan kaum muslimin mengumandangkan gema takbir, tahmid, tahlil, dan tasbih. Suara gemuruh takbir Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar  menyeruak ditengah suara sirine ambulan tiap saat. Kematian mendadak ribuan orang di negara-negara terdampak pandemi C-19 menyertai perayaan Idul fitri tahun ini. Idul fitri masa pandemi, adalah perayaan suka di tengah kedukaan dunia menghadapi wabah C-19.

Idul fitri adalah masa-masa suka, gembira, senang, dan bahagia. Ini sebagai ekspresi kegembiraan mengakhiri kewajiban sebulan penuh berpuasa. Kanjeng Nabi Muhammad saw memang pernah bersabda terkait dengan kewajiban puasa :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Siapa yang berpuasa di bulan Ramadan atas dasar keimanan dan dilaksanakan dengan benar, maka ia diampuni dosa-dosanya yang telah lewat.”

Pernyataan Kanjeng Nabi ini menjadi semacam pemicu kegembiraan kita semua mengakhiri kewajiban puasa sebulan penuh. Jaminan akan diampuninya dosa-dosa membuat kesenangan, keceriaan, kegembiraan pun  muncul dan harus diperlihatkan sebagai wujud rasa syukur kepada Gusti Allah swt.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Teladan Bersolidaritas dan Pesan Moral Untuk Masa Depan
  • Apa Manfaat Berbuka Puasa Bersama Menurut Abdul Qadir Jailani?
  • Rahmah adalah Hadiah Tuhan untuk Semesta
  • Cara Mengatasi Polusi Udara Agar WFH Lebih Nyaman

Baca Juga:

Teladan Bersolidaritas dan Pesan Moral Untuk Masa Depan

Apa Manfaat Berbuka Puasa Bersama Menurut Abdul Qadir Jailani?

Rahmah adalah Hadiah Tuhan untuk Semesta

Cara Mengatasi Polusi Udara Agar WFH Lebih Nyaman

Kesenangan, kecerian, dan kegembiraan Idul Fitri terlihat dari baju-baju baru yang dikenakan, makanan-makanan enak, dan cemilan berbagai varian tersaji di setiap ruang tamu. Belum lagi senyum ramah dan senang terlihat juga di wajah-wajah semua orang. Super market, mall, warung makan cepat saji, kuliner tradisional muncul dan ramai dikunjungi orang. Lalu lalang orang, berjalan ke sana kemari semakin memperlihatkan suasana ceria dan bahagia itu.   Dan pemandangan seperti ini tidak hanya terjadi di sini saja, tetapi kegembiraan ini pun menjalar ke setiap tempat dimana ada umat Islam yang merayakannya.

Hanya saja, idul fitri tahun ini memang betul-betul berbeda. Suasana keceriaan itu tidak nampak di sebagian masyarakat perantau, saat pemerintah Indonesia mengeluarkan larangan mudik bagi mereka. Ini mengakibatkan perubahan psikis sejumlah orang dari suasana suka ke suasana duka. Gambaran tentang kampung halaman, orang tua, sanak saudara, teman-teman bermain, menjadi ambyar karena larangan mudik ini.

Jiwa suci yang betul-betul ingin merayakan Idul Fitri sebagai media silaturrahmi membuat sejumlah perantau nekad mudik ditengah larangan mudik dan ancaman pandemi covid-19 yang masih mewabah. Ini pun menjadi pemandangan yang kontras, momen suka di tengah suasana duka. Bagaimanakah kita membaca fenomena ini?

Dalam Surat attaubah ayat 82, Gusti Allah Swt telah menginformasikan :

فَلۡيَـضۡحَكُوۡا قَلِيۡلاً وَّلۡيَبۡكُوۡا كَثِيۡرًا‌ ۚ جَزَآءًۢ بِمَا كَانُوۡا يَكۡسِبُوۡنَ

“Maka biarkanlah mereka tertawa sedikit dan menangis yang banyak, sebagai balasan terhadap apa yang selalu mereka perbuat.”

Surat Attaubah ayat 82 ini, semacam informasi pada kita bahwa dalam kehidupan ini memang ada suka ada duka, ada senang ada susah, ada tangis dan ada tawa. Tangisan adalah simbol kedukaan, sedangkan tawa adalah lambang keceriaan. Tangisan yang panjang di tengah tawa yang pendek disebutkan oleh Al Quran surat Attaubah ayat 82 di atas adalah sebagai balasan atas perbuatan manusia sendiri.

Bagaimanakah menjelaskan maksud dari pernyatan “sebagai balasan atas perbuatan manusia sendiri itu?

Ini agak susah dijelaskan, berkaitan dengan masa pandemi C-19 di saat Idul Fitri ini, karena menghadapkan agama dengan sains. Pada situasi seperti ini, perdebatan teologis atau akidah selalu muncul ke ruang publik. Misalnya pemikiran tentang tidak perlu takut dengan corona, apalagi  jika berada di masjid, umpamanya. Atau bahwa sakit dan kematian sudah ditetapkan, sehingga tidak perlu takut. Atau beberapa orang yang menyatakan bahwa virus Corona adalah tentara Tuhan untuk menghancurkan dan membinasakan manusia yang tidak mengenal Tuhan.

Pernyataan tersebut mengesampingkan fakta dan realita tentang adanya virus yang secara objektif memang menyebar, mematikan dan membunuh pasien yang terjangkit, virus yang dapat dilihat dan ditemukan oleh para peneliti bidang kedokteran di ruang laboratorium.

Menurut ilmu biologi, terdapat istilah Survival for the fittest (Makhluk yang dapat bertahan hidup adalah makhluk yang paling dapat menyesuaikan diri) itulah yang paling menonjol. Hubungan antara ilmu pengetahuan yang berbasis pada hukum sebab dan akibat serta agama yang berbasis pada makna dan nilai merupakan hubungan semi permeable, yakni, antara keduanya saling menembus.

Sedangkan di sisi lain timbul konflik antara penafsiran agama dan penafsiran ilmu pengetahuan terhadap fakta dan realitas karena hubungan antara keduanya tidak saling berkomunikasi. Masing-masing menganggap bahwa tafsir keilmuannya sendirilah yang paling benar dan menganggap tafsir yang lain tidak benar. Perbedaan posisi inilah yang menimbulkan konflik yang sulit untuk didamaikan antara agama dan sains.

Idul Fitri adalah masalah agama. Pandemi C-19 adalah masalah sains kedokteran modern. Idul fitri adalah masalah suka, senang, ceria dan bahagia, sementara C-19 adalah masalah duka, sedih, murung, dan sengsara. Apabila membaca sikap-sikap masyarakat yang diungkapkan melalui media sosial, nalar keberagamaan sepertinya  masih kurang begitu baik. Adanya virus C-19 sebagai hasil dari penemuan kedokteran modern belum sepenuhnya dijadikan sebagai ancaman di tengah perayaan Idul Fitri ini.

Padahal agama harus sejalan dengan ilmu pengetahuan, sains, teknologi, dan kedokteran modern. Beriman pada qada dan qadar juga berarti beriman pada semuanya. Percaya pada ilmu pengetahuan, percaya pada sains, percaya pada teknologi, dan percaya pada kedokteran modern.

Akhirnya, di tengah pandemi C-19, kita semua merayakan Idul Fitri dengan kesederhanaan, tanpa hiburan dan tanpa kemeriahan yang berlebihan. Dan semoga dengan berakhirnya kewajiban puasa ramadan, dan terbitnya fajar kemenangan Idul Fitri ini, berakhir pula wabah c-19 dan muncul harapan-harapan baru menyongsong kehidupan yang lebih baik, amin ya rabbal alamin.

Demikianlah, semoga bermanfaat. Wallahu A’lam. []

Tags: Hikmah RamadanIdul Fitri 1442 HPandemi Covid-19Ramadan 1442 H
Munawir Amin

Munawir Amin

Pengasuh Ponpes Sirojut Tholibin Kertasemaya Indramayu

Terkait Posts

Laki-laki bekerja

Dalam Al-Qur’an, Laki-laki dan Perempuan Diperintahkan untuk Bekerja

30 Maret 2023
Nafkah

Nafkah Keluarga Bisa dari Harta Istri dan Suami

30 Maret 2023
Walimah Pernikahan

Hikmah Walimah Pernikahan Dalam Islam

30 Maret 2023
Hubungan Seksual

Akad Nikah Bukan Hanya Soal Menghalalkan Hubungan Seksual Suami Istri

29 Maret 2023
Hubungan Seksual

Suami Istri Harus Saling Melayani Dalam Hubungan Seksual

29 Maret 2023
Imam Malik

Pendirian Imam Malik Menghargai Tradisi Lokal

29 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Hikmah Puasa

    Hikmah Puasa dalam Psikologi dan Medis: Gagalnya Memaknai Arti Puasa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Goethe Belajar Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hikmah Walimah Pernikahan Dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kontroversi Gus Dur di Masa Lalu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bulan Puasa: Menahan Nafsu Atau Justru Memicu Food Waste?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Dalam Al-Qur’an, Laki-laki dan Perempuan Diperintahkan untuk Bekerja
  • Konsep Ekoteologi; Upaya Pelestarian Alam
  • Nafkah Keluarga Bisa dari Harta Istri dan Suami
  • Kontroversi Gus Dur di Masa Lalu
  • Hikmah Walimah Pernikahan Dalam Islam

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist